“Anak sekarang mudah baper”. Apakah teman-teman sering mendengar kalimat itu ? Menurut saya, masing-masing anak dididik sesuai jamannya. Tak bisa kita samakan cara pengasuhannya. Jangankan anak yang terlahir beda generasi, anak yang terlahir kembar pun masih ada perbedaan.
Saya berusaha tak memaksa anak melakukan seperti yang saya lakukan. Ada kompromi-kompromi yang saya dan suami lakukan disesuaikan dengan kepribadian anak. Apalagi mendidik anak di era digital ini tak mudah. Hampir setiap kegiatan selalu identik dengan gadget. Paparan akses internet, satu sisi memberikan informasi baik bisa diperoleh dengan mudah. Tapi disatu sisi, akses informasi buruk pun bisa dengan mudah diakses.
Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi orangtua untuk mendidik anak dan juga bijak mengelola emosi buah hati di era digital ini. Akhir Januari lalu, tepatnya pada Sabtu, 28 Januari 2023, di SMP Soedirman, Jakarta dilakukan Seminar Parenting yang bertema “Bijak Mengelola Emosi Buah Hati di Era Digital”. Ada dua narasumber utama yang dihadirkan yakni Pak Aris Ahmad Jaya (Motivator Sekolah Unggul Indonesia) dan Bunda Erna.
Pak Aris yang mengawali seminar parenting mengatakan tentang empat tipe rumah. Rumah yang dimaksud disini tak hanya sebagai bangunan tapi juga rumah tempat seluruh keluarga tinggal dan beraktifitas.
Rumah pertama adalah rumah tipe kuburan. Masing-masing anggota keluarga sibuk dengan kegiatan dan membuat rumah terasa lebih sepi. Tak ada suara tawa dan canda tapi layaknya kuburan, rumahnya sepi. Tipe rumah kedua adalah rumah seperti pasar. Rumah tipe ini ramainya luar biasa tapi tak ada komunikasi.
Pak Aris |
Ketiga adalah tipe rumah ring tinju. “Anggota keluarga saling berkelahi. Misalnya kakak berantem terus dengan adik,” kata Pak Aris. Nah keempat adalah rumah tipe erkoestra yang menghadirkan kolaborasi untuk menciptakan nada yang indah.
Rumah tipe manakah keluarga kita ?
Sebagai orangtua, kita tentunya tak bisa selalu bersama anak. Anak walaupun di rumah juga harus tetap diwaspadai, apalagi ketika berinterasi dengan dunia maya. Jangan sampai anak malah mencari kenyamanan dengan cara terkoneksi dengan dunia maya yang kemudian membuat komunitas tersendiri.
Interaksi anak dengan gadget semakin bertambah ketika pandemi. Jika sebelum pandemi, anak rata-rata hanya gunakan gadget 1-2 jam. Tapi ketika di masa pandemi, selama enam jam anak bisa sibuk menggunakan gadget. Ditambah lagi, anak yang kurang mendapat kasih sayang teryata rentan mengalami paparan negatif di era digital seperti ini.
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk bijak mengelola emosi anak di era
digital ?
Pertama, apresiasi. Sebagai orangtua, kita harus menghargai prosesnya. “Hargai proses baik yang dilakukan oleh anak,” kata Pak Aris. Orangtua harus merasakan kehadiran anak dan menghargai apa yang anak lakukan. Tak perlu dengan cara yang sulit tapi dilakukan dengan hal-hal sepele. Misalnya memberikan jempol kepada anak sambil berkata bagus, keren hingga terima kasih.
Guru juga berperan andil ketika anak sesuatu yang baik, guru bisa dengan mengucapkan kalimat misalnya “Keren. Ibu guru salut dengan apa yang kamu lakukan”. Menurut Pak Aris, hal ini akan membuat ‘tangki cinta pada anak’ akan terpenuhi.
Kedua, ciptakan waktu yang berkualitas antara orangtua dan anak. Di rumah misalnya bisa dilakukan kegiatan memasak bareng, belajar bareng atau kegiatan yang bisa dilakukan secara bersama-sama. Ramadhan misalnya bisa dilakukan dengan kegiatan mengaji bersama, berbagi bersama hingga itifaf dan berbuka puasa bersama-sama.
Hal ini akan menciptakan memori yang baik selama menghabiskan waktu bersama keluarga. Menciptakan momen yang baik kepada anak ini sangat diperlukan. “Jangan sampai anak tak punya kenangan menghabiskan waktu bersama orangtua,” kata Pak Aris lagi.
Ketiga adalah sentuhan. Sentuhan orangtua kepada anak ini terkesan sepele tapi penting. Sentuhan ini misalnya memegang bahu, pegang tangan atau bahkan memeluk anak. Masih banyak juga orangtua yang menyadari bahwa sentuhan orangtua kepada anak itu penting. “Tak ada kata terlambat bagi orangtua untuk mulai memberikan sentuhan yang baik kepada anak,” katanya lagi.
Hal keempat yang bisa dilakukan untuk bijak mengelola emosi anak adalah melayani. Melayani ini artinya orangtua hadir juga dalam kegiatan yang melibatkan anak. Misalnya dtaang ke seminar parenting di sekolah anak, antar jemput anak sekolah, hingga kegiatan orangtua mengambil rapor anak.
Memberikan hadiah kepada anak juga dapat dilakukan orangtua kepada anak. “Tak perlu harus melakukan prestasi yang wow tapi ketika bisa shalat lima waktu atau lainnya juga bisa diberikan hadiah,” kata pak Aris.
Setelah mengikuti seminar parenting
itu, saya berharap bisa menjadi orangtua yang lebih baik kepada anak serta
melimpahkan kasih sayang kepada anak. Aamiin
Postingan begini yg aku perlu baca sering2 mba. Krn aku tau diri banget, blm bisa jadi ibu yg baik buat anak2. Apalagi sejak bayi mereka dirawat babysitter. Baru skr ini, sejak resign, dan mereka udah mulai gede, aku sadar kalo ngobrol Ama anak itu udah enak. Krn mereka udah ngerti, udah bisa kasih pendapat, dan sesekali kami jadi nyambung ngelakuin Bbrp aktifitas. Cuma kekuranganku lagi, aku ga sabaran dan sangaat moody. Yg bikin kdg bisa meledak marah hanya dengan kesalahan kecil mereka 😔.
Reply DeleteMakanya aku butuh tulisan motivasi, yg berkaitan hubungan anak dan ortu begini, supaya selalu sadar, kalo anak2 butuh ortunya, dan mereka tumbuh sesuai dengan ajaran orang tua juga . Jangan sampe aku terlalu cuekk, dan mereka jadi anak2 liar nantinya