“Auschwitz adalah sebuah neraka. Auschwitz adalah sebuah pabril kematian. Pembunuhan berlangsung sepanjang waktu. Semoga peristiwa seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi”
Lily Ebert (90) penyintas kamp konsentrasi Auschwitz kepada CNN, 9 Juli 2020.
Kalimat pembuka buku Memori Genosida : Melihat Kekerasan Kolektif Masa Lalu dalam Perpektif Holocaust telah menunjukkan bahwa peristiwa Holocaust itu menjadi kenangan kelam di masa lalu.
Jutaan nyawa manusia yang melayang dalam peristiwa Holocaust menjadi bukti kekejaman yang tak akan terlupakan sepanjang masa. Ada enam jutaa orang Yahudi dan 7 juta orang lainya yang menjadi korban dalam peristiwa Holocaust ini. Mereka menjadi korban pembunuhan massal karena berlatar belakang ras dan identitas etnis. Para korban merupakan orang-orang Polandia, kaum Gypsie, para penyandang disabilitas, orang-orang yang dianggap tidak sinkron dengan tuntunan masyarakat dan orang-orang keturunan Yahudi.
Peristiwa pembunuhan massal ini disebut Holocaust. Para korban, khususnya orang Yahudi, ditahan dan dikumpulkan secara paksa dan dibunuh secara massal tanpa perikemanusiaan. Mengapa ini terjadi? Buku yang diterbitkan oleh Gramedia ini menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi karena peristiwa yang panjang terhadap berbagai sikap dan tindakan masyarakat yang bersifat me-liyan- kan orang keturunan Yahudi. Adalah Adolf Hitler, pemimpin Partai Buruh Sosialis Nasional Jerman (lebih dikenal dengan nama Nazi) yang memberikan keputusan resmi adanya Holocaust tersebut.
Adanya kecenderungan bersama yang mungkin saja dimulai oleh sebuah kelompok terbatas, tetapi kemudian diaminin bahkan didorong dan selanjutnya dilaksanakan oleh masyarakat dalam jumlah yang semakin banyak. Peristiwa ini meluluh-lantakkan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini terjadi dalam pranata sosial masyarakat.
Kajian sejarah menunjukkan bahwa antara 1933 hingga 1945, ketika Jerman berada di bawah kekuasaan Adolf Hitler, nampak kebijakan-kebijakan Arianisasi Jerman yang dibuat untuk diterapkan di seluruh Jerman dan kemudian diperluas ke seluruh negara Eropa yang ditundukkan oleh Jerman. Arianisasi merupakan kebijakan pemurniaan ras Aria dengan tujuan menjadikan Jerman sebagai bangsa baru yang memiliki keunggulan dibandingkan bangsa-bangsa lainnya. Holocaust merupakan titik akumulasi dari kebencian terhadap Yahudi bahkan sejak berabad-abad lalu.
Ada beberapa tahap yang dilakukan Hitler dan rezim Nazi dalam proses pembunuhan massal ini. Tahap pertama operasi ini diarahkan di seluruh Jerman dan dilanjutkan ke luar Jerman. Orang-orang Yahudi diburu dengan cara didata, dipisahkan dan kemudian dikirim ke kam-kamp untuk kerja paksa atau pemusnahan. Orang Yahudi diboikot dan berakibat mereka kehilangan pekerjaan. Propaganda Yahudi juga dilakukan agar non Yahudi melakukan boikot terhadap semua usaha dan kegiatan ekonomi milik Yahudi.
‘War against Jewish power’ merupakan kebijakan boikot terhadap warga Yahudi yang mengakibatkan mereka kehilangan sumber penghidupan. Aset warga Yahudi pun diambil alih kepemilikannya.
Mereka kemudian dipaksa memasuki Ghetto, kompleks pemukiman yang dirancang sebagai tempat penampungan yang membuat orang Yahudi menderita karena ketiadaan pangan di musim panas, dan ta adanya penghangat dan air di musim dingin dan membuat mereka tak bisa bertahan hidup.
Muncul juga wabah penyakit yang menjangkit penghuni Ghetto dan memunculkan kebijakan ‘the final solution’, pembasmian seluruh orang Yahudi yang terencana. Pada 13 Oktober 1941, percobaan penggunaan gas racun dilakukan di distrik Lublin dan dilanjutkan dengan pembangunan kamp konsentrasi yang sudah dilengkapi dengan kamar gas di Belzec dan pembuatan kamdi Chelmno. Akhir Oktober 1941, sebanyak 1000 orang Yahudi diangkut dari sebuah Ghetto di Lodz menuju WIna untuk memasuki kamp konsentrasi.
Mereka dikumpulkan, dibunuh dengan gas beracun dan juga ada yang dimasukkan ke kamp khusus hingga mengalami kelaparan, kedinginan dan kesakitan yang berakhir dengan kematian. Kamp konsentrasu Auschwitz-Birkenau dijadikan tujuan akhir dari gerbong pengangkut orang yahudi mulai dari tahun 1940 hingga 1944. Kamp konsetrasi dirancang untuk diisi 9 tahanan dalam tiap ruangan dan tiap barak diisi 550 orang tahanan. Namun pada prakteknya, satu barak diisi lebih dari 774 orang tahanan yang mengakibatkan penderitaan bagi para tahanan.
Buku ini disusun setelah melalui berbagai seminar, workshop bertema Holocaust yang dihadiri peneliti aktivitis HAM, jurnalis, mahasiswa dan lain-lain. Penulis buku ini terdiri dari beragam profesi dan posisi yakni dari dosen hingga aktivis kemanusiaan yang memberikan perspektif beragam yang menarik untuk dibaca.
Buku ini, seperti tertulis di pembukaannya, ingin mengajak pembaca untuk mewaspadai proses-proses yang mungkin tampak wajar dan biaya tetapi jika tidak diwaspadai dan dikritisi akan melahirkan gelombang kekerasan dan kekejian yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Membaca buku ini, pembaca juga dapat melihat berbagai foto seperti barak kamp konsentrasi, ladang pembantauan Auschwitz-Birkenau, rel kereta api menuju kamp konsentrasi di Berkenau hingga beberapa foto korban Holocaust yang merupakan foto-foto dokumentasi dari sang Editor, Baskara T Wardaya, SJ. Bahkan juga ada foto tungku pembunuhan mayat di kamp Auschwitz yang berhasil didokumentasikan Baskara.
Buku : Memori Genosida : Melihat Kekerasan Kolektif Masa Lalu dalam Perspektif Holocaust
Editor : Baskara T Wardaya, SJ
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2021
Jumlah Halaman : 264
Wah ada bukunya ya ummi, aku sih udah nonton filmnya yang The Boys in The Stiriped Pajamas 2008
Reply Deletewah aku juga mau review lagi buku yg gramedia tapi baru judulnya doang yang aku tulis wkwk...