Berkebun menjadi pilihan kegiatan produktif yang dilakukan di masa pandemi. Berkebun bisa dilakukan di rumah saja dan memiliki banyak manfaat. Ada yang merasa dengan berkebun bisa menghilangkan stres. Ada juga yang mendapat berkah dengan berkebun.
Pertanyaannya, bagaimana mendapat berkah dengan berkebun ? Bagaimana memulai kegiatan berkebun bagi pemula? Dan mengapa petani selalu identik dengan orang tua? Bagaimana agar anak muda tergerak untuk menjadi petani ? Serta bagaimana peran petani milenial dalam sektor pertanian ?
Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, saya ingin cerita tentang kegiatan berkebun yang selama ini saya dan keluarga lakukan. Sebetulnya saya ini pemula untuk urusan berkebun. Suami saya yang lebih paham tentang berkebun. Pernah suatu saat suami saya memberikan saya jus markisa. Rasanya manis dan segar.
Tapi saya heran darimana suami saya bisa dapatkan jus markisa. Saya cek di kulkas juga tak ada. “Bap dapat markisa darimana?,” kata saya. Suami saya ajak saya ke halaman belakang ada tanaman merambat di sepanjang dinding dan penuh buah. “Itu kan markisa, Ummi,” kata suami saya.
Aduh antara malu tapi mau ketawa. Saya tuh beneran nggak tahu itu markisa karena lebih banyak suami yang urus kebun belakang. Kadang pas masak, suami pakai daun pandan, daun jeruk yang berasal dari kebun belakang. Suami saya berasal dari keluarga petani dan secara perlahan dia mengajarkan saya tentang berkebun dan bagaimana memahami proses berkebun hingga mengolah hasil kebun menjadi makanan yang bisa dinikmati bersama keluarga.
Suami saya pula yang kerap membeli tanaman untuk di tanam di kebun belakang atau di halaman depan rumah. Untuk menyiram tanaman, saya bagi tugas dengan anak saya. Kalau untuk mencabut rumput dan ilalang, kadang saya lakukan bersama asisten rumah tangga. Intinya ya bergantian. Suami pula yang menyampaikan kepada saya bahwa tugas menjaga tanaman adalah tugas bersama.
Keseruan Mengikuti Virtual Planting
Saya pun lama kelamaan belajar untuk memiliki kecintaan terhadap tanaman. Saya membaca artikel-artikel tentang berkebun dan semua tentang agrikultur di demfarm.id yang menampilkan artikel menarik dan pembahasan yang sesuai dengan tema.
Termasuk juga mengikuti kegiatan virtual yang diadakan Demfarm pada Ahad, 28 November 2021 pukul 09.30 WIB. Acara ini dihadiri tiga narasumber yakni :
- Soraya Cassandra, Founder Kebun Kumara
- Andrian R.D Putera, Project Manager Program Makmur Pupuk Kaltim
- Iqbal, Perwakilan Petani Milenial Binaan Pupuk Kaltim
Kegiatan ini dilakukan bertepatan dengan Hari Menanam Pohon Indonesia yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008. Kegiatan Hari Menanam Pohon Nasional ini sebagai bagian kampanye untuk mencegah dampak kerusakan alam dan perubahan iklim.
Sebelum dimulai talkshow, kami melakukan virtual menanam. Dengan gardening kit, kita bisa melakukan kegiatan menanam secara live bersama sama. Oh ya, isi gardening kit terdiri dari :
- Benih
- Pot
- Media tanam
- Polibag
- Sekop mini
- Botol spray
- Penanda bibit
- Cara menanam
Semuanya di kemas di satu box warna coklat. Saat acara, diperagakan cara menanam menggunakan gardening kit. Pertama-tama, kita diminta ambil pot bunga dan memasukkan tanah menggunakan sekop yang disediakan. Nah saya sebelumnya sudah iseng isi tanah dengan cara menuang langsung dari kemasannya karena nggak telaten. Hehhee.
Setelah itu, pilih bibit tanaman yang mudah ditanaman atau tak perlu direndam secara khusus yakni bibit bayam hijau. Ada benih yang butuh direndam secara khusus dalam air selama satu jam yakni bibit cabai, tomat, terong dan sunflower. Kemudian, masukkan lagi media tanam dan semprot dengan air bersih.
Oh ya di kemasan gardening kit ini juga ad ainformasi cara menanam dan beberapa tips. Misalnya saran untuk menyiram benih setiap pagi dan atau sore hari untuk selalu terjaga kelembabannya. Nanti setelah bibit berumur 1-2 pekan, bisa dipindahkan ke pot atau polibag yang lebih besar. Sayuran-sayuran itu bisa dipanen pada usia 2-2,5 bulan. Mudah kah berkebun di rumah menggunakan gardening kit ini ?
Petani Milenial dan Berkah Menanam
Fonder Kebun Kumara, Soraya Cassandra mengatakan dengan berkebun, dia bisa menanam untuk dirinya sendiri dan keluarga. Ia pun menjadi semakin sadar untuk lebih ramah lingkungan dengan melakukan berkebun. “Dengan berkebun pun kita dituntut untuk lebih mengenal makanan serta menghargai proses dan lebih mengenal alam karena ini bagian dari alam,” katanya panjang lebar.
Hadir di acara tersebut salah satu petani milenial yang kini bermukim di Jember, Jawa Timur. Iqbal namanya. Selama acara, dia menyampaikan tentang fenomena masih minimnya generasi muda yang menjadi petani. “Sekarang banyak lulusan pertanian yang sedikit menjadi petani karena banyak faktor,” kata Iqbal.
“Menjadi petani dianggap kurang keren,” kata Iqbal. Memilih menjadi petani berarti siap tidak menerima menerima seragam, pendapatan tidak tetap dan tinggal di pedesaan. Kendala dari lingkungan juga menjadi penyebab masih minumnya anak muda menjadi petani. “Banyak yang bilang kok masih muda mau jadi petani,” tambahnya.
Iqbal memilih menjadi petani karena melihat adanya peluang. Jumlah petani yang lebih tua lebih banyak dibandingkan petani muda. Di satu sisi, era digitalisasi semakin berkembang, teknologi memudahkan proses agricultur terbuka luas. “Dengan latar belakang ini, harusnya memberikan peluang bagi anak muda memilih jadi petani,” katanya lagi. Dalam periode bertanam selama 60 hari, ia telah melakukan empat kali panen. Dengan menggunakan traktor, pekerjaan selesai dalam sehari untuk menggarap satu hektar.
Banyak yang menganggap menjadi petani identik dengan kerja keras. Padahal, apapun profesinya, sumber daya manusia sangat mempengaruhi. “Saya cuma berupaya komitmen terhadap keilmuan yang saya miliki dan berikan peluang bagi yang muda,” kata Iqbal.
Di satu sisi, menurut Iqbal, petani yang tua tak mau menerima teknologi dan informasi karena merasa sudah bertani 20 tahun. “Padahal kalau SDM tak diperbaiki, lambat laut akan menurun. sehingga generasi muda banyak memilih kerja di kantor ,” katanya panjang lebar.
Andrian R.D Putera mengatakan bahwa sektor pertanian penting karena menyediakan bahan pangan untuk seluruh Indonesia. Bahkan, sekor pertanian tak terdampak dari pandemi yang melanda selama hampir dua tahun. Sektor pertanian memberikan sumbangan positif terhadap perkembangan dunia saat ini.
Program Pupuk Kalimantan Timur yang merupakan perusahaan industri pupuk terbesar di Indonesia memiliki program Makmur yang diharapkan dapat menjadi solusi yang dapat meningkatkan produktifitas kesejahteraan petani.
Implementasi program tersebut terbukti mampu meningkatkan produktivitas pada komoditas jagung dan padi yang masing-masing sebesar hingga 42 persen dan 34 persen. Begitu juga dari sisi keuntungan petani, terjadi kenaikan, yaitu untuk petani jagung sebesar hingga 52 persen dan petani padi sebesar hingga 41 persen.
“Kita butuh generasi muda yang erat dengan teknologi terjun ke dunia pertanian sehingga dapat semakin mengembangkan pertanian di Indonesia,” kata Andrian. Kedepan, diharapkan Indonesia tak hanya menjadi lumbung pangan nasional tapi lumbung pangan dunia yang bisa ekspor hingga mancanegara. “Kami berharap produktifitas pun semakin terjalin,” katanya lagi.
Ia mengharapkan penggunaan teknologi bisa meningkatkan produktifitas pertanian. Petani banyak yang masih memiliki keterbatasan akses teknologi. Hasil pun tak bisa maksimal karena kadang over supply karena menanam berbarengan dan hasil panen pun berbarengan. Akhirnya, petani pun tak bisa menikmati keuntungan.
Kedepan, diharapkan petani mendapatkan keuntungan karena akan ada pendampingan dengan para petani bekerjasama dengan stake holder. Pihaknya berharap akan semakin banyak bekerjasama dengan petani milenial untuk menggarap pertanian sebagai suatu usaha yang menguntungkan. “Kolaborasi dengan petani milenial diharapkan lebih banyak lagi sehingga cita cita ketahanan pangan pertanian di Indoensia bisa dicapai,” katan Andrian. “Kami petani muda sangat terbantu peran pemerintah dengan program makmur sangat membantu pupuk tersedia hasil meningkat, harga juga terjangkau,” ucap Iqbal.
Jadi ingat petani di kampung ortu saya Mba, di sana justru malah harus nanam barengan, karena kalau sendiri-sendiri, udah deh habis diserbu hama.
Reply DeleteBaik hama kayak wereng yang kecil-kecil gitu, sampai hama monyet dan babi.
jadinya, dalam setahun cuman bisa nanam 2 kali, karena kudu saling tunggu menunggu :D
Memang kudu lebih diperhatikan lagi ya para petani ini, biar ada solusi yang lebih baik :)
aku juga lagi seneng banget berkebun akhir akhir iniii, biasanya di depan rumah cuma ditanemin sama daun bawang dan pohon cabe rawit ajaa, sekarang semenjak pandemic jadi ada pohon strawberry, anggur dan arbei yang udah berbuah hihi
Reply DeleteSulid sih memang jadi petani kalau buatku. Hihi..
Reply Deletekudu paham ilmunya juga ya mba.. Soalnya beberapa kali nanem2 malah berujung mati.. haha..
Mbak Alidaa kerennya, bisa tumbuh markisa di pekarangan belakang rumahnya dan sudah dinikmati hasilnyaa.
Reply DeleteBtw sudfah lama nih saya dengar ttg minimnya orang Pertanian yang mau jadi petani (bertani). Tapi saya pikir sudah mulai membaik sih ya karena sejak pandemi banyak yang menanam di pekarangan rumah sendiri kan. Saya lihat makin banyak orang yang menanam, yang muda2 juga. Juga banyak yang masuk komunitas berkebun.
Beberapa waktu lalu sempet nonton vlognya orang Korea di pedesaan. Dia mengunjungi sawah dan dilihatin prosesnya para petani itu.
Reply DeleteDisana teknologi pertaniannya udah maju mba, mau nyiram sawah pakai drone. Rata-rata petani disana dari imigran, karena anak mudanya pada kerja di kota.
Padahal petani juga butuh regenerasi, dan kontribusi anak milenial yang melek teknologi biar pertanian Indonesia makin maju. Biar hasil pertanian Indonesia kualitasnya bagus sama kaya hasil pertanian import.
ibuku suka banget nanem mba, mau di manapun tempatnya beliau nanam tuh tumbuh dan bisa dinikmati hasilnya buat lauk heheheh. Kalo aku justru kebalikannya, malah takut kallo ketemu cacing juga hehehe. Seru banget ini sih acaranya.
Reply DeleteSeru nih soal tanam-menanam dan berkebun, di rumah ortu halaman luas jadi banyak tanaman yang ditanam ayah sejak kami kecil, sekarang tinggal menikmati hasil. Untuk kebutuhan bumbu masak tinggal petik, beberapa pohon juga berbuah. Salut dengan petani milenial, semoga jadi inspirasi milenial lainnya.
Reply DeleteSekarang semakin canggih banyak teknik pertanian yang bisa diterapkan di keseharian terutama di rumah
Reply Deletesekarang banyaak banget nih mba petani milenial. berkebun di kota pun juga bisa menghasilkan.. mereka mengubah stigma bahwa kota cuma buat gedung2 tinggi doang :D
Reply DeleteMba al, aku terkesan banget deh sama ceritamu tentang bapak yang bisa nanam buah markisa sampai panen dan jadi jus, kagum kok bisa ya kwkwkw.Soal itu buah favorit aku mba, aku suka banget sampai siropnya yang asli tuh suka
Reply DeleteBelajar menanam dan berkebun ini seru dan mengasyikkan kalau sudah tahu do and don't-nya.
Reply DeleteKemarin anakku nanem sayur, juga dapat kit berkebun seperti ini. Alhamdulillah, berhasil walau belum sampai panen yang gimana..
Tapi senang sekali memetik dari hasil kebun sendiri.
Berat banget jadi petani beneran mbak. Investasiku sejak 6 bulan lalu jg blm balik modal. Kalo cuma berkebun yang ngga mengharap keuntungan sih bisa aja. Cuma buat fun aja.
Reply DeleteApalagi blm masalah pupuk, harga jual yg msh dipegang tengkulak, buruh hingga minim pelatihan bagi petani muda.
Ah ntar mau bikin tulisan jg ahh..
mba kebetulan aku sekarang bekerja di anak perusahaan bumn logistik pengiriman pupuk ke seluruh Indonesia
Reply DeleteBicara soal kebun, dari dulu saya suka karena sejak nenek saya dulu, kami semua suka menanam tapi dalam skala besar, seperti kebun buah. Kebetulan di Sumatera Selatan sana, nenek punya tanah luas, jadi puas bisa menanam duku, durian, manggis, rambutan. Pohon dukunya bahkan terhitung lebih dari 100 pohon. Karena saya tinggal di Jkt & BSD, ga ada tanah luas, jadinya cuma bisa berkebun bunga :D Kalau mau nanem sayur, ya mesti mudik dulu ke Sumsel. Ohiya benar, bertani maupun berkebun mesti pakai ilmu ya, kunci suksesnya ada di situ. Kalau saya mah, mesti belajar supaya bisa :D
Reply DeleteKalau aku belajar berkebun dari Bapak sih, bapakku dulu cukup telaten berkebun, beliau paling suka tanaman buah dan sayur. Kalau tanaman hias malah kurang suka karena menurutnya nggak bisa dimakan. hahaha. Malah ibuku yang suka tanaman hias.
Reply DeleteSalut untuk anak muda yang mau terjun berkebun. Nyatanya ketahanan pangan memang dimulai dari sana. Kalau berhasil berkebun di rumah lumayan lho, uang belanja bisa berkurang dan bisa dialokasikan untuk investasi.
Reply DeleteHahahhaa, Markisa dari kebun sendiri aja nggak tau ya mbak, serius lucu :D. Iyaa.. pertanian itu identik sama kata berat, karena kebanyakan orang tua ini suka berkebun dengan cara lama dan itu-itu saja. Jadi kepengen garap kebun bapakku juga nih :D
Reply DeleteWkkka sampai ga sadar punya markisa ya mbak. Alhamdulillah suami ngeh dengan berkebun ya. Planting kit nya lengkap juga ya mbak, ada sekop, media tanam dan benih. Jadi petani zaman sekarang sih menurutku memang banyak berkah nya
Reply DeleteDi saat pandemi, berkebun termasuk hobi yang digemari banyak orang. Saya berharap hal ini bisa jadi momen. Mengubah pandangan banyak orang kalau menjadi petani sebetulnya bisa keren. Semoga semakin banyak generasi muda yang berniat jadi petani
Reply DeleteMasya Allah suaminya kereen mbaa, sukakk ya mb punya aneka tanaman, pengen juga punya sedikit lahan buat di tanam2i
Reply DeleteMbak Alida, cara mendapat gardening kit ini gimana? apa dijual? mau coba juga belajar menanam berhubung di rumah ga punya tanaman, hehe.
Reply DeleteTrus ya menurutku petani itu keren. Tanpa mereka, sayuran siapa yang menanam? trus kita makan apa?
Pas baca gardening kit jadi nostalgia semasa kuliah dulu deh, berhubung saya alumnus Fakulutas Pertanian. Polybag pasti dah masuk list belanja, entah buat tugas sendiri atau kelompok. Kalo benih kadang ada yang beli, ada juga yang dapet jatah pembagian dari asisten praktikum. Kalo sekarang ya paling nanam di pot aja deh berhubung halaman udah disemen. Bercocok tanam sebenarnya menyenangkan apalagi kalo levelnya sampe bertani wah mantap, karena hasilnya itu lo bisa dikonsumsi bahkan bisa sampe dijual ya kan.
Reply Deletebagi generasi milenial, menjadi petani juga g kalah keren ya mbak
Reply Deleteapalagi klo dikelola dgn baik
pasti juga akan mendatangkan berkah tersendiri
Jadi petani di jaman modern gini sebenernya mudah banget, ya. Bisa memanfaatkan lahan secuil untuk ditanamin sayuran. Bisa buat dimakan sendiri, bisa juga dijual kalau memang banyak.
Reply DeleteMas Iqbal ini, beneran deh, petani millennial yang mampu menginspirasi banyak orang. Masih muda, mau terjun jadi petani. Karena ya, biasanya orang muda jaman now lebih memilih kerja kantoran.
Dulu tuh belain Ibu beli merkisa karena rumah dinas kami di Jalan Markisa. Dan akhirnya tahu, seperti apa rupa buah markisa. Ini penting banget yaa..dengan berkebun kita bisa mengambil manfaatnya juga baik untuk kelestarian alam.
Reply DeleteSekarang petani bukan lagi sebagai pekerjaan orang desa ya, tapi juga bisa dilakukan oleh warga kota, di rumah, rooftoof, dengan media beragam, tentunya dengan pengetahuan dan skill yang bisa dipelajari secara otodidak.
Reply Deletesekarang teknologi pertanian dan kebun makin canggih, kita bisa berkebun dan bertanam di rumah, bahkan di perkarangan sempit juga. Jadi menjadi peluang juga buat yang gak ada lahan, buat tetap berkebun ala rumahan di berbagai tempat
Reply Deletekeluarga suami petani sayur ummi makanya sekarang nurun juga ke suami yang demen berkebun..semoga petani milenial terus ada yah
Reply Deletesaya di rumah juga mulai suka bercocok tanam nih walau lahan terbatas, saat membahagiakan itu kalau tanaman kita tumbuh atau berbuah walau cuma sebuah ^_^
Reply DeleteWah kapan hari aku juga zoom meeting dengan pembicara mbak Soraya pas sekolahan anak2 main virtual ke kebun Kumara.
Reply DeleteBerkebun di rumah emang asyik, kami beberapa kali dah panen kangkung dan blimbing wuluh.
Wah seru banget nih planting virtualnya, kapan lagi ada eventnya kak? Kebetulan pak suami lg hobinya menanam nih
Reply DeleteIya berkah banget umi punya kebun meski cuma sepetak atau sepot hihihi pernah panen cabe, duh gembiranya luar biasa. Alhamdulillah. ternyata begitu juga ya rasanya yang dirasakan oleh petani kita. apalagi sekarang pekerjaan petani udah merambah ke kota ya, jadi petani urban.
Reply DeleteKedua orang tuaku bertani, tapi soal berkebun ya aku ggbisa-bisa. Mungkin karena males kali ya, jadi berkebun cuma nanem bunga saja. Padahal berkebun tuh banyak manfaatnya, bisa nanem apa saja, lebih irit juga sih menurutku apalagi kalau nanem sayur2an.
Reply DeleteSelama pandemi ini, ibu saya mulai getol berkebun lagi dan progresnya beneran oke Mak kalo ditelateni. Seneng deh liat beliau antusias dengan tanaman dan cara perawatannya. Selanjutnya juga pengen banget bisa punya lahan untuk bercocok tanam dan hasil panennya bisa dinikmati sekeluarga atau bahkan tetangga sekitar. InsyaAllah program petani millenial ini juga bisa jadi jembatan untuk masyarakat Indonesia punya hasil panen dari lahan rumahnya sendiri :D
Reply DeleteSaya ikut acara ini, meski porsi Kak Sandra lebih sedikit tapi lumayan nancep nih penjelasannya tentang konsep hama dan predator juga cara menyeimbangkannya
Reply Delete