Siang itu, semua pesan pendek masuk di salah satu grup whatsapp saya. Pengirimnya salah satu anggota whatsapp yang sebetulnya belum pernah saya jumpa sebelumnya. Dalam pesan itu tertulis bahwa nyamuk dapat menularkan virus corona karena darah yang dihisap oleh nyamuk kemungkinan darahnya pasien covid. Sehingga kalau nyamuk ditepuk dan keluar darah maka akan bisa menularkan penyakit corona.
Saat membaca pesan itu, saya hanya geleng-geleng kepala. “Ada-ada saja ah,” saya membatin. Saya membuka google dan mencari informasi terkait pesan itu. Teryata dalam halama resmi WHO disebutkan bahwa hingga kini belum ada informasi atau bukti yang menunjukkan bahwa virus corona dapat ditularkan melalui nyamuk. Saya kemudian mengirim pesan itu ke grup whatsapp untuk menginformasikan lagi soal nyamuk yang mampu menularkan virus corona.
Sumber foto : pixabay.com |
Tak lama kemudian, pesan di grup whatsapp lainnya menampikan informasi bahwa vaksin sinovac mengandung bahan dasar berbahaya seperti formaline, alumunium, merkuri dan lainnya. Narasi yang ditampilkan menggunakan bahasa yang provokatif dan bahkan terkesan memaksa orang untuk mempercayai. Selain itu dilampirkan link berita, lengkap dengan tagar yang cenderung mengarah ke salah satu kelompok.
Penasaran, saya kemudian melakukan pengecekan lagi. Pengecekan saya sederhana. Saya ambil beberapa keyword atau kata kunci dari pesan yang dilampirkan kemudian menambahkan kata hoax. Link berita kemudian muncul. Tapi satu sisi saya juga melakukan pengecekan situs online yang memuat informasi apakah berita tersebut hoax atau tidak serta ditampilkan alasannya. Setelah saya rasa informasi itulah yang tepat dan berasal dari sumber yang tepat, saya kemudian berbagi lagi informasi di grup whatsapp.
Saya yakin bukan hanya saya saja yang kerap mendapatkan informasi hoax tanpa kebenaran yang disebarkan di grup-grup whatsapp. Saya resah. Teman-teman pun pastinya resah dengan membanjirnya informasi hoax yang terasa sulit dibendung. Lalu apa yang harus dilakukan ?
Pengalaman Mengikuti Workshop Cek Fakta Tempo
Rabu-Kamis, 16-17 Juni 2021, saya menjadi salah satu peserta dari kalangan blogger yang mengikuti Workshop Cek Fakta Kesehatan yang diadakan oleh tim Cek Fakta Tempo. Setiap hari, selama dua hari, acara berlangsung selama dua jam melalui aplikasi zoom.
Workshop ini dilaksanakan karena pentingnya sosialisasi melawan hoaks yang beredar di masyarakat saat ini. Saya yakin, banyak yang gelisah karena banyaknya hoaks yang beredar dengan mudah dan sangat banyak.
Mengapa ini terjadi ? Pertama saya ingin menyampaikan informasi berdasarkan hasil data We Are Sosial, 2021 pada Januari 2020 terkait penggunaan akses internet di Indonesia. Data ini disampaikan Ika Ningtyas dari Cek Fakta Tempo saat workshp yang saya ikuti.
Dari total populasi penduduk di Indonesia yakni 272,1 juta orang, sebanyak 175,4 juta adalah pengguna internet. Dan sebanyak 160 jutanya aktif menggunakan media sosial. Dan rata-rata pengguna internet adalah selama 4 jam 46 menit. Sebanyak 96 persennya berbagi informasi menggunakan ponsel pintarnya.
Teryata tingkat literasi digital di Indonesia masih rendah. berdasarkan data, tingkat literasi digital di Indonesia tahun 2020 bahwa literasi informasi dan literasi data hanya 3,17. Sedangkan kemampuan teknologi dan keamanan cukup tinggi yakni 3,66%.
Media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah youtube (88%), whatsapp (84%), Facebook (82%) dan instagram (79%) dan twitter (56%).
Pertanyaan berikutnya, dari mana masyarakat Indonesia memperoleh informasi ? Berdasarkan hasil survey, sebanyak 76% memperoleh informasi dari media sosial. Sedangkan sebanyak 59,5% memperoleh informasi dari televisi. Hanya 25,2% yang memperoleh informasi dari media online.
Uniknya, ketika ditanya sumber media mana yang paling banyak dipercaya untuk mendapatkan informasi, sebanyak 49,5% memilih televisi. Hanya 20,3 persen saja yang percaya media sosial adalah sumber informasi terbaik.
Dan media sosial yang paling dipercaya untuk mendapatkan informasi adalah facebook (55,2%), Facebook (27%). Hal ini sesuai sumber yang diperoleh dari Status Literasi Digital Indonesia 2020 yang dilakukan oleh Kominfo, Siberkreasi dan Katadata.
Mengapa seseorang mudah terpapar hoaks dan tak melakukan pengecekan sebelumnya ? Ika mengatakan ada 4 hal yang melatarbelakangi itu yakni :
- Terlalu mengagungkan atau membenci seseorang
- Kelompok seberang yang dianggap tak layak dipercaya
- Sering muncul di linimasa
- Bias perasaan
Seperti yang saya tulis diatas bahwa teryata literasi informasi dan literasi data yang rendah inilah yang kemudian memudahkan munculnya informasi hoaks itu beredar di Indonesia. Hoaks di Indonesia semakin nyata muncul pada tahun 2014 ketika pemilihan presiden. Kemudian pada tahun 2016 ketika pemilihan gubernur DKI Jakarta, hoaks juge menyebar dengan mudah. Dan kemudian berlanjut pada pemilihan presiden tahun 2019 dan hingga kini ketika ada pandemi.
Di kala pandemi seperti sekarang, hoak kesehatan menjadi semakin berbahaya karena mengancam kesehatan dan juga jiwa. Hoaks kesehatan di Indonesia selama pandemi juga semakin diperparah dengan peryataan-peryataan pejabat yang menganggap remeh covid pada awal kemunculan covid di Indonesia.
Di kalangan masyarakat juga ada banyak hoaks yang beredar seperti manfaat bawang putih yang dapat mengobati covid. Padahal hingga kini belum ada obat atau hasil uji apapun yang bisa mengobati covid.
Ini terjadi karena adanya dismisinformasi. Mengapa terjadinya dismisinformasi ? Ada tujuh alasan dibalik dismisinformasi ini yakni :
- Jurnalisme yang lemah
- Buat lucu-lucuan
- Sengaja membuat provokasi
- Partisanship
- Cari duit (clickbait-iklan)
- Gerakan politik
- Propaganda
“Salah satu sumber informasi palsu dan menyesatkan adalah situs-situs abal-abal yang memproduksi informasi semata-mata,” kata Ika.
Cara Mudah Cek Fakta
Lalu apa yang harus dilakukan ketika mendapatkan informasi ? Ika menyampaikan ada beberapa hal yang bisa dilakukan yakni ?
- Cek sumber aslinya. Dapatkan informasi yang tepat dari sumber informasi yang terpercaya
- Jangan hanya baca judul. Informasi yang hoax biasanya sensasional dan provokatif. Jadi jangan hanya baca judul saja tapi juga baca isinya.
- Identifikasi penulis. Jangan lupa untuk cek untuk tahu apakah penulisnya kredibel atau tidak.
- Cek tanggal apakah terbaru atau tidak. Cek juga apakah relevan atau tidak. Misalnya dulu ada instruksi dari Mantan Menkes kalau pakai masker hanya yang sakit saja tapi sekarang sudah ada instruksi semua wajib pakai makser.
- Cek juga bukti pendukung lainnya.
- Cek bias. Misalnya apakah ada bias pribadi atau tidak.
- Cek di organisasi pemeriksa fakta.
Dalam workshop itu juga disampaikan beberapa cara untuk mengecek apakah informasinya hoaks atau tidak. Misalnya untuk melakukan pengecekan video, ada dua hal yang bisa dilakukan yakni menggunakan kata kunci di mesin pencari atau di media sosial (youtube, facebooj, twitter, IG). Selain itu bisa dilakukan dengan memfragmentasi video menjadi gambar kemudian gunakan reverse tools.
Bagaimana cara memfragmentasi video ? Pertama-tama, screen capture bagian video secara manual kemudian ke reverse image tools. Gunakan InVID untuk memfragmentasi video secara otomatis.
Ada beberapa keunggulan InVID yakni :
- Memiliki fitur fragmentasi video dan reverse image tools sekaligus
- Dapat memfragmentasi video dari seluruh tautan media sosial dan file lokal
- Dilengkapi fitur sosial dan file lokal
- Dilengkapi fitur lain seperti memeriksa metadata dan analisis forensik foto
Selain itu, apabila ada video dilakukan terlebih dahulu pengecekan dengan cara tonton dan dengarkan video sampai habis untuk mencatri petunjuk. Cek videonya berupa bentuk bangunan, rambut-rambut jalan, plat nomor, kendaraan, nama-nama jalan, nama bangunan dan lainnya.
Cek juga audio bisa dengan bahasa atau hal-hal yang dibicarakan orang-orang dalam video. Jika diperlukan, gunakan earphone agar bisa mendengar dengan lebih jelas dan detil.
Jadi, jika ada informasi jangan langsung share ya ? Tapi cek fakta terlebih dahulu.
mengecek fakta ini penting banget yaa biar nggak mentah mentah menerima info yang masuk, biar kita nggak berkontribusi juga dalam menyebarkan hoaks yang akhir akhir ini lagi banyaks eliweran di grup wa huhu
Reply DeleteWadezig banget kalau liha berita hoax dimana-mana ini.
Reply DeleteKalau lagi gak bisa berlogika, bisa langsung ditelan bulat-bulat informasi yang menyesatkan begitu.
Sedih yaa...
Ini pentingnya cerdas berselancar di dunia digital.
Tidak langsung terbawa prasangka ketika membaca sebuah berita.
sebetulnya cek fakta itu ngga susah. yang susah tuh menekan ego, biar gak mudah tersulut emosi kalau habis baca artikel yang belum jelas asal usulnya. thanks for sharing, mba. kurasa hal ini penting banget
Reply DeleteMemang suka geleng2 sih kalau baca berita hoax yang menyebar via wa. Padahal cara cek faktanya mudah, ya.
Reply DeleteSaat ini memang marak banget ya mbak informasi palsu yang menyesatkan, penting banget emang cek fakta terlebih dahulu
Reply Deleteini sih penting banget ya mba, itulah sebabnya kita sebagai blogger harus dalam literasinya agar tidak memberikan informasi yang keliru. baca ini makin lebih hati2 dalam menyampaikan informasi. terima kasih kak
Reply DeleteDari data yang mb jelaskan saja paling banyak penduduk kita mendapatkan informasi melalui media sosial yang benar atau tidaknya pasti masih banyak dipertanyakan, edukasi untuk chek fakta dulu itu penting banget sih agar gak mudah sebar HOAX yang berbahaya. yuk biasain chek dan re-chek lagi setiap informasi yang kita terima digroup-group WA atau halaman sosial media kita. terimakasih mb atas sharingnya.
Reply DeleteSekarang ini memang susah melihat pesan atau berita valid apa enggak. Yg penting jangan langsung direspon. Yg susah itu wag ortu, nggak bisa ngawaain apa aja yg difordward krn beda rumah. Tau2 udah emosi dg berita tertentu. Aku selalu pesan ke ortu, agar tanya dulu ke aku sebelum baca beritanya. Tapi ya tetep ada bbrp yg lolos tanpa cek.
Reply Deletekayaknya hampir semua dari kita tuh ada ajaa yaa yang keluarganya kemakan hoax. gimana lagi yaa, ini ada hubungannya sama tingkat literasi yang rendah dan ketidakmampuan untuk mengecek fakta atas informasi2 yang sampai ke tangan kita. thanks for sharing, mba.
Reply Deleteasik banget nih mau aku share ke grup keluargaaa, biar kalo ada artikel tu di cek dulu faktanya sebelum di reshare ke grup lain , terlebih kondisi lagi kaya gini banyak banget hoax yang mampir ke grup huhu
Reply DeleteIya bagus banget nih edukasi semacam ini harusnya banyak orang yang bisa teredukasi tentang ini ya...
Reply Deleteseneng kalau ikut acara yang bertema lawan hoaks ya, mbak. btw, cek fakta untuk video lebih detil. lumayan susah juga. terpenting emang harus cek ricek dulu sebelum share.
Reply DeleteCek fakta ini menjadi sangat penting karena kini terlalu banyak orang menuliskan informasi tidak berdasarkan keilmuan dan data yang benar. Menyesatkan dan sungguh meresahkan.
Reply DeleteEdukasi yang baik untuk masyarakat mengenai literasi digital.
Memang berita hoax itu bisa bikin baku hantam. aku sehari-hari menghadapi pelanggan di meja kasir. Sambil nunggu pelanggan bayar kan ngobrol tuh.
Reply DeleteNah ada aja yang suka nyebarin hoax
miris ya Mbak, kalau masih ajaa ada yang termakan berita hoax dan malah menyebarkannya tanpa cek ricek lagi faktanya sebelum memforward berita, apalagi soal berita kesehatan dan ada kaitannya dengan pandemi ini :(
Reply DeleteMemang penting banget nih mba mengecek fakta ya sekarang banyak banget hoax dimana2 ya
Reply DeleteSerem banget sih yaa... kalau berita hoax mengenai kesehatan bisa menjadi semakin berbahaya karena mengancam kesehatan dan juga jiwa seseorang.
Reply DeleteIni pentingnya mengecek kebenaran informasi daripada langsung sharing.
Nah ini nih pengetahuan yang harus dishare juga ke masyarakat biar gak kebanyakan kemakan hoax yang ada malah menyesatkan
Reply DeleteAku sering banget nemu di status orang gitu kak berita-berita hoax gitu. Pas ditanya eh merek cuma baca judul dan 1-2 paragraf pertama doang. Hiks. sedih sih. Semoga makin rajin baca masyarakat kita.
Reply Deletegampang banget ya sebenernya mbak untuk cek kebenaran informasi sebelum share ke grup tuh, Sayangnya banyak orang yang gak lakukan saring sebelum sharing
Reply Deletesetujuu banget. sebetulnya ya mudah. tapi biasanya bagi mereka yang enggan belajar atau memang susah untuk attach ke teknologi, agak susah, kak. sekadar ngecek beritanya aja ngga mau
Reply DeleteBener! Bahkan berita aja sampe jadi hoax loh, aneh banget. Harus dibuat timer ala ala YouTube kayaknya jadi ga dipotong2 :( jahat ya
Reply Delete