Pertengahan Mei 2020, saya
memandang langit dari balkon kantor saya di kawasan Palmerah, Jakarta Selatan.
Pagi itu, saya melihat ada yang berbeda. Langit tampak lebih biru.
Gunung-gunung pencakar langit terlihat jelas. Udara pagi terasa lebih sejuk. Burung-burung
tampak riang terbang di antara gedung-gedung pencakar langit.
Sebetulnya bukan pagi itu saja
langit tampak bersih dan biru. Bahkan, kondisi langit Jakarta yang berbeda
dibandingkan biasanya ini sempat menjadi trendding topic Indonesia dengan kata
kunci ‘Langit Jakarta’.
Pagi itu langit memang berbeda
dibandingkan masa sebelumnya. Tepatnya pada awal September tahun lalu. Kala
itu, gedung pencakar langit seolah tertutup tak terlihat. Awalnya saya mengira
itu kabut. Tapi setelah diperhatikan lagi dan ngobrol bersama teman kerja,
pemandangan pagi yang tampak suram itu karena polusi udara yang dialami kota
Jakarta. Bahkan kala itu, berdasarkan berita di Kompas.com, Jakarta menjadi
kota besar dengan polusi udara terburuk kedua di dunia dengan tingkat polusi
160. “Mba, loe jangan lupa pakai
masker karena udara lagi buruk,” kata rekan kerja saya.
Dan sekarang, beberapa bulan
kemudian saya masih menggunakan masker ketika bepergian. Jika dulu menggunakan
masker karena tingkat polusi yang tinggi. Kini saya dan hampir semua orang
menggunakan masker kemanapun pergi dan bahkan saat bekerja karena adanya wabah
pandemi virus corona.
Pertanyaannya, apa hubungannya
antara langit yang bersih di pertengahan Mei 2020 dengan kondisi langit di awal
September 2019 ? Semua berawal ketika Jakarta menjalani Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSB) pada Selasa 7 April 2020.
Kepala Sub Bidang Produksi
Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto yang dihubungi
CNNINdonesia.com pada Rabu 8 April 2020 mengatakan bahwa konsentrasi polutan
baik debu yang berterbangan (SPM/suspend particular matter) maupun debu polutan
ukuran kurang dari 10 mikron (PM 10) pada saat itu relatif menurun dibandingkan
pekan-pekan sebelumnya.
Udara Jakarta menjadi lebih
bersih karena program phyical distancing. Berkurangnya polusi udara bisa
meningkatkan tingkat kecerahan atmosfer sehingga matahari bisa meneruskan sinar
Ultraviolet (UV) yang berguna untuk menekan penyebaran virus corona.
Tampilan udara sebelum dan setelah wabah corona di Tiongkok. Sumber : Mongabay.co.id |
Sebetulnya tak hanya Jakarta
yang mengalami kondisi langit cerah. Berdasarkan tulisan yang di muat di Mongabay.co.id,
gambar yang dirilis NASA menunjukkan penurunan emosi nitrogen dioksida yang
dikeluarkan kendaraan, pembangkit listrik dan fasilitas industri di kota-kota
besar Tiongkok antara Januari dan Februari 2020. Penampakan awan gas beracun
yang biasanya terlihat di atas pusat-pusat industri tak terlihat. Semuanya
lenyap. Polusi udara di Hongkong juga mengalami penurunan hampir sepertiga dari
Januari hingga Februari 2020 selama masa lockdown
parsial untuk mencegah peredaran virus corona.
Perubahan Iklim dan Dampak yang Dihadapi
Kondisi langit yang lebih
cerah dan biru, polusi yang menghilang, udara yang menjadi lebih baik seolah
menjadi blessing in disquise. Ada
berkah terselubung dalam keadaan yang bumi yang dilanda wabah virus corona yang
menyebabkan puluhan juta orang meninggal dunia dan ribuan lainya terjangkit virus corona. Mengapa k
Satu yang tak boleh dilupakan ketika
dunia berjuang melawan pandemi virus corona, dunia juga berjuang melawan
perubahan iklim. Termasuk Indonesia. Perubahan iklim yang ada saat ini dan yang
akan datang dapat disebabkan bukan karena peristiwa alam melainkan lebih karena
berbagai aktifitas manusian. Kemajian pembanguan ekonomi memberikan dampaik
serius terhadap iklim dunia melalui pembakaran secara besar-besaran batu bara,
minyak dan kayu serta pembabatan hutan.
Beberapa perubahan iklim ini
menyebabkan dampak bagi kehidupan seperti :
Perubahan musim dan curah
hujan. Jika perubahan iklim ini tidak diatasi, maka sebagian wilayah Indonesia
akan mengalami musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih
pendek tetapi degan curah yang lebih tinggi dengan tipe perubahan. Curah hujan
yang tinggi ini yang kemudian bisa memicu banjir hingga lonsor. Selain itu,
perubahan iklim juga menyebabkan kenaikan air laut dan akan mempercepat erosi
di wilayah pesisir, merusak lahan rawa di pesisir dan lainnya.
Masalah kesehatan tambah parah
Pemanasan global akan
berdampak pada masyarakat terutama oleh masyarakat miskin. Curah hujan yang
tinggi dan banjir akan menimbulkan dampak bagi sistem sanitasi yang buruk di
wilayah kumuh dan sebabkan penyakit menular lewat air seperti diare dan kolera.
Suhu panas yang berkepanjangan yang disertai oleh kelembaban dapat menyebabkan
kelelahan karena kepanasan terutama pada masyarakat miskin kota dan para
lansia.
Sumber air berkurang
Perubahan pola curah hujan
juga menurunkan ketersediaan air untuk irigasi dan sumber air bersih. Di
wilayah pesisir, berkurangnya air tanah disertai kenaikan muka air laut juga
telah memicu intrusi air laut ke daratan – mencemari sumber-sumber air untuk
keperluan air bersih dan irigasi.
Kebakaran tambah sering
Kemarau panjang disertai
perubahan tata guna lahan sudah menimbulkan peningkatan risiko kebakaran. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNNP) mencatat total luas hutan dan lahan yang
terbakar di seluruh Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2019 mencapai
328.724 hektare. Kebakaran hutan dan lahan terbesar berada di Provinsi Riau
yang mencapai 49.266 hektare.
Dan, di masa pandemi seperti
sekarang, adalah makin banyak sampah akibat belanja online, penggunaan AC yang
berlebihan, penambaan penggunaan listrik hingga penggunaan masker sekali pakai.
Hal ini terungkap dari diskusi
Ruang Publik ‘Bijak Pakai Energi di Tengah Pandemi’ yang diselenggarakan oleh
KBR pada jumat, 15 Mei 2020. Ada dua narasumber yang dihadirkan yakni Verena
Puspawardhani, Direktur Program Coaction Indonesia dan Andrian Pram, Penasihat
Komunitas Eath Hour.
“Sekarang kita diminta untuk
lebih di rumah. Jadi ya banyak tambahan biaya air, listrik semakin bertambah,”
kata Verena. Tak hanya itu saja, karena lebih banyak di rumah maka aktifitas
belanja yang lebih banyak di mall atau supermarket beralih ke belanja online
untuk urusan makanan dan lainnya.
Nah dampak dari belanja online
ini, ada barang yang dibungkus dengan sampah yang ukuran lebih besar
dibandingkan barang yang dibeli. Alhasil, sampah bekas belanja online ini pun
bertambah. Apalagi, tak semua penjual menyediakan produk yang dikemas ke
kemasan ramah lingkungan. “Dari pada beli kecil dan banyak, lebih baik beli
satu tapi besar. Contohnya kayak beli kopi kemasan lebih baik beli yang literan
sekaligus,” kata Verena.
“Indonesia pembuang sampah
organik terbesar kedua di dunia dan ini terlupakan. Padahal kalau diolah bisa
biar tak mubazir,” kata Andrian. Bahkan, rata-rata harian orang menghasilkan
sampah makanan sekitar tiga kuintal. “Pengennya makan banyak tapi malah
terbuang karena kekenyangan,” kata Andrian. Hal ini tentunya menambah sampah.
Bersama Mengurangi Dampak Perubahan
Iklim
Lantas, bagaimana upaya untuk
mengatasi perubahan dampak perubahan iklim ? Upaya untuk mengurangi dampak
perubahan iklim ini bukan hanya tugas pemerintah, lembaga lainnya. Tapi
memerlukan kerjasama dari berbagai pihak dan dilakukan oleh berbagai pihak.
Komunitas Peduli Bumi dan
Komunitas Tumbuh Hijau adalah dua komunitas yang tak henti-hentinya melakukan
edukasi pentingnya menjaga bumi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Komunitas Peduli Hijau berdiri dari kalangan mahasiswa untuk mengedukasi
pelestarian lingkungan di kalangan anak muda. Atmosphere memiliki keanggotaan
yang berasal dari mahasiswa-mahasiswa di kota Semarang dari berbagai kalangan.
Kegiatan Komunitas Peduli Bumi
|
Semua bermula dari hal kecil
seperti membuang sampah di tempatnya hingga meminimalisalkan penggunaan
plastik. “Masih ada kendala orang belum peduli dengan lingkungannya sendiri,”
kata Muhammad Fajar Ikanov, CEO Komunitas Peduli Bumi saat saya hubungi. Edukasi
dilakukan secara terus menerus melalui berbagai cara. Salah satunya dengan
mulai untuk tidak menggunakan plastik ataupun edukasi untuk membuang sampah
pada tempatnya. “Sulit untuk mengubah mindset karena butuh waktu yang panjang”
kata Fajar lagi. Hal ini berulangkali dilakukan agar makin banyak yang
teredukasi. “Padahal, kamu tidak pelu jadi superman untuk menyelamatkan bumi,
lakukan hal bermanfaat dari yang terkecil,” tambahnya.
Jika Komunitas Peduli Bumi ke
kalangan anak muda, Komunitas Tumbuh Hijau fokus edukasi kepada anak-anak. Hal
ini dilakukan oleh Dila Hadju, pendiri komunitas Tumbuh Hijau Urban. “Membangun
kesadaran untuk menjaga bumi itu harus dilakukan sejak dini,” katanya saat
diskusi webinar yang saya ikuti berjudul ‘Refleksi Hari Bumi di Masa Pandemi’.
Tumbuh HIjau Urban adalah komunitas yang mulai beraktifitas sejak 2010 namun
pada 2017, komunitas ini secara resmi berdiri.
Dila membangun komunitas ini
dengan kesadaran untuk membangun kesadaran untuk mencintai lingkungan melalui
anak-anak. “Bagaimana kita memotivasi anak kalau kita belum mengajak anak mengenal bumi,” katanya.
Menjaga bumi bagi Dila adalah harus dimulai dengan mengajak anak belajar sambil
bermain mengenal bumi secara learning by playing.
Ada beberapa program kegiatan
yang dilakukan Tumbuh Hijau Urban seperti kegiatan pencarian jejak lingkungan
untuk menemukan harta alam, memulai penanaman bibit sayur dengan media pot
bahan daur ulang, mengajarkan daur ulang hingga kreasi karya daur ulang dan
lain-lain.
Cara untuk Menjaga Bumi
Upaya yang harus dilakukan
agar bisa mengurangi dampak perubahan iklim ? Semua berawal dari rumah, sejak
dini, bersama-sama dan dimulai sejak sekarang. Bukan nanti atau kapan-kapan. Dila
misalnya membeli tempat sampah khusus untuk memisahkan mana sampah organik dan
mana yang tidak. Kemana-mana, ia memilih untuk membawa alat makan sendiri
seperti sedotan dan tempat minum untuk mengurangi sampah.
Di rumah, saya mulai dengan
mencoba memisahkan sampah organik dan
unorganik. Hal ini semula tak mudah.
Karena kebiasaan semua sampah digabungkan jadi satu. Tapi secara perlahan,
kebiasaan ini terjadi. Walaupun sebetulnya ketika di luar rumah pun, sampah
digabung jadi satu oleh tukang sampah. Namun setidaknya berusaha untuk membantu
mengatasinya.
Selain itu, setiap kali hendak
berbelanja, saya membawa tas sendiri. Alih-alih
menggunakan tas kresek, tas yang saya gunakan adalah tas bekas goodie bag ketika menghadiri acara. Pernah sebetulnya saya pernah
juga kelupaan membawa tas sendiri sedangkan minimarket tak sediakan minimarket.
Alhasil, saya memasukkannya ke tas kerja yang saya bawa.
Ventilasi rumah saya dari lantai satu langsung ke lantai 2 biar sejuk |
Untuk mengurangi sampah, saya
memulai dengan mencatat kebutuhan apa saja yang saya inginkan sebelum membeli barang.
Sehingga hanya membeli barang yang dibutuhkan dan tidak menambah sampah. Selain
itu, bahan makanan seperti sayuran yang saya beli kemudian dimasukkan ke wadah
khusus agar lebih awet dan lebih rapi. Sehingga bahan makanan masih tetap aman
digunakan.
Penggunaan listrik pun kami atur agar tidak berlebihan. Termasuk saat isi baterai handphone yang tentunya seringkali digunakan. Padahal ini tentunya menggunakan energi listrik yang tak sedikit. Saya sering protes kalau anak atau suami yang nge cas handphone tapi trus membiarkannya semalaman. Bener-bener buang energi listrik! Makanya saya selalu minta mereka untuk matikan sebelum tidur.
Saya pun sebisanya memilih untuk membawa wadah minuman seperti tumbler kemana-mana untuk mencegah bertambahnya sampah. Dan ini juga memudahkan karena saya nggak perlu ribet beli minuman pas lagi haus.
Tempat jemur baju yang terbuka di rumah saya |
Saya pun sebisanya memilih untuk membawa wadah minuman seperti tumbler kemana-mana untuk mencegah bertambahnya sampah. Dan ini juga memudahkan karena saya nggak perlu ribet beli minuman pas lagi haus.
Saya berharap, langit yang
bersih dan cerah hingga upaya untuk menjaga bumi untuk menghadapi perubahan
iklim bisa dilakukan secara terus-menerus.
Saya sudah berbagi pengalaman soal climate change. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Climate Change" yang diselenggaraakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis". Syaratnya, bisa Anda lihat di sini: https://bit.ly/LombaBlogPerubahanIklimKBRIxIIDN
iya bener, pas hari-hari pertama PSBB langit jakarta tuh biru banget. dan ternyata kadar polusinya memang bagus. Tapi pas hari ketiga mulai ada polusinya. Dan sekarang, ketika PSBB diloggarkan (kata pemerintah bukan dilonggarkan sih tapi persiapan menuju normal yang baru), macet mulai terjadi dimana mana dan sepertinya polusi mulai terjadi juga ya.
Reply DeleteSaya baru tau tuh mba, klo yg mirip awan putih itu adalah efek dr polusi dan perubahan iklim. Memang komunitas peduli bumi ini harus digalakkan dimana2 ya, gak hanya yg muda2,, semua kalangan masyarakat hrus paham cara utk menjaga bumi
Reply Deletebetul mbak Alida, saya janurai kemarin ke jakarta dan kaget, langitnya abu2 hahaa untungnya bandung sejauh ini walau polusinya lumayan tapi langitnya masih tetap biru :)
Reply Deletebtw senang ya mbak lihat langit jakarta sekarang kembali biru :) memang ada hikmah di setiap peristiwa ya
Reply Deletekalau aku ga merhatiin langit birunya Jakarta ummi tapi memang dengan kejadian pandemi ni bumi berinstirahat dulu yah semoga lekas pulih dan pandemi juga berakhir aamiin
Reply DeleteSemoga momen ini bisa membuat kita belajar yah untuk menjaga gaya hidup agar bumi makin baik
Reply DeleteUdah lama ga memperhatikan langiit yang membiru, dipingit di dalam rumah aja, Mak! Btw salut banget sama Komunitas Peduli Bumi buat kalangan anak muda, adajuga Komunitas Tumbuh Hijau yang fokus edukasi kepada anak-anak.
Reply DeleteTak lain hanya untuk membangun kesadaran untuk menjaga bumi itu harus dilakukan sejak dini.. Kereen banget.
Kadang lupa nyopot charger HP
Reply DeletePadahal hal2 kecil seperti ini penting bgt ya Mba
Makasiii tipsnya Mba
Kok sama sih mba, aku juga seringnya kelupaan gini. Suami dan anak-anak ya sama aja, kalau enggak diingatkan chargernya enggak dilepas dari colokan.
Reply DeleteSama mbak emang awal pembiasaan gak mudah, jadi kalo di keluarga mesti sering ngomel dulu. Aku juga udah nerapin pemisahan sampah sih yg organik aku buang ke kebun buat pupuk kalo yg plastik jg dipisahin
Reply DeleteEmang berasa banget sih semenjak awal diberlakukan anjuran untuk di rumah saja tuh, langit berasa indah banget gak kayak biasanya. Kalau di rumah ini aku lagi belajar untuk menerapkan zero waste, apalagi kemasan plastik itu deh. Biasanya suka aku kumpulin dulu yang nanti setiap akhir bulan suka aku serahkan ke lapak daur ulang.
Reply Deleteharus dari diri sendiri dimulainya, terapin bareng keluarga dan mulai sebarin ke tetangga lanjut ke masyarakat yang lebih luas. Jaga bumi ini, karena manusia diciptakan oleh Allah salah satu tugasnya yaitu menjaga bumi ini
Reply DeleteBener mbak...salah satu hikmah dari pandemi ini adalah bersihnya udara dan langit. Bahkan polusi udara juga berkurang. Otomatis dapat membuat udara jadi bersih dan segar. Dan saya setuju masalah perubahan iklim karena ulah manusia bukan hanya tugas pemerintah tapi harus semua pihak termasuk masyarakat harus sama-sama membantu menjaga iklim tetap terjaga dg tidak sembarangan membuang sampah, atau memanfaatkan energi berlebihan meski saat ini harus berdiam diri di rumah lebih lama.
Reply DeleteSaya senang dengan kondisi bumi saat pandemi ini. Tetapi, memang ada kekhawatiran ketika manusia mulai beraktivitas normal, bumi akan kembali sakit. Tantu ini butuh kepedulian bersama. Gak cukup hanya 1-2 pihak aja yang menjaga bumi
Reply Deleteiya mudah2an ntar bulan agustus nggak ada asep lagi di palembang gara2 corona. tahun kemaren parah banget, tahun ini ada corona semoga palembang bebas asap.
Reply Deletesuka sekali membaca tulisan ini bertemu sesama yang mau berubah untuk lingkungan, saya juga selalu berusaha mengurangi sampah plastik, kertas, tissue dan menghemat listrik. semoga semakin banyak orang tersadarkan untuk sama2 merawat bumi ya, karena kita masih butuh bumi untuk hidup
Reply DeleteIkutan seneng liat langit Jakarta kembali biru dan cerah. Betul sekali, perubahan bisa dimulai dari diri sendiri, sekecil apapun melakukannya demi menjaga bumi..
Reply DeleteClimate change is real and we should not take it lightly, because it impacts will directly affect our lives. There are so many simple things that we can do to help keeping the earth clean and healthy
Reply DeleteSampah dari belanja online memang gak terhindarkan. Tp kalo tokonya support eco-friendly pasti aku dukung dengan belanja di sana. Kalo tertarik boleh mampir kak ke artikel saya tentang gaya hidup minimalis vs beauty blogger
Reply Deletebener banget nih, semenjak masyarakat dibatasi untuk keluar rumah, udara jadi semakin kerasa bersih dan langit pun cerah banget jadinya ya hihihi
Reply DeleteAda hikmahnya juga ya virus Corona bikin langit Jakarta jadi lebih jernih. Lihat rumah mba Alida kayaknya mewah banget itu emang beda deh rumah bu dirut.
Reply DeleteIyess mbak Al, kita semua ikutan merasakan bagaimana perubahan cuaca di daerah kita masing masing ya.. saat pandemi ini justru langit terlihat sangat biru.. memang selalu ada kebaikan dalam setiap kejadian.. semoga kita semua semakin mencintai bumi mulai dari sekarang dan mengurangi hal hal yang membuat bumi menjadi rusak
Reply DeleteLangit jadi terlihat lebih biru dan udara jauh lebih sejuk. Sedih ya cara alam terkoreksi harus dibayar seberat ini. Semoga jadi kebiasaan baik yang ga ikutan ilang saat wabahnya berlalu
Reply DeleteWahh... ternyata langit di Jakarta beneran biru ya.
Reply Deletethank you atas sharingnya mbak.
seneng banget ada perubahan positif di antara berita-berita seram akhir2 ini
semua kejadian ini memang selalu ada hikmahnya ya mba, wabah ini membuat kondisi alam beberapa menjadi pulih dengan sendirinya meskipun di sisi lain ada dampak buruknya. kita berusaha saja menjaga alam sebisa kita agar kondisi kehidupan menjadi normal kembali dna alampun tetap sehat, mari bersinergi bersama
Reply DeleteAku setuju banget mbak, hal-hal sederhana yang dilakukan tapi memiliki efek yang besar untuk bumi ini. Seperti desain rumah yang seperti ini dan memudahkan cahaya masuk ke rumah sehingga tidak perlu boros penggunaan listrik setiap hari.
Reply DeletePengen lihat foto pas bulan September, langit Jekardanya gimana kak Lid?
Reply DeleteAkutu beberapa kali lihat tukang sampah yang mencampurkan sampah-sampah rumah tangga lagi setelah dipisahkan.
jadi kepikiran, apa sebaiknya sampah ini kita sendiri yang mengolah yaa..?
Pakai takakura gitu...
Aku tuh suka lupa terus kalau mau mengamati langit di siang hari, udah kebiasaan di dalam rumah terus jadi buat ke teras aja suka lupa :)
Reply DeleteJadi sering mandangin langit dari kamar sejak kak Lidya bilang kondisi langit saat ini berbeda.
Reply DeleteSenang sekalo melihat mereka berarak.
Aku juga memisahkan sampah mbak, tapi di sini masalahnya truk sampahnya pasti akan menggabungkan jadi satu ke dalam truk. Mungkin ini PR banget buat pemerintah juga ya. Btw langitnya jadi bagus banget ya sekarang
Reply Deletesaat pandemi gini, bumi kayaknya senang banget ya mbak. moga2 kesenangan bumi berlanjut meskipun pandemi berakhir.. kebiasaan baik orang2 yang menjaga bumi tetap dilanjutkan sampai kapanpun.
Reply DeleteSelalu ada hikmah ya ditengah kejadian kaya saat ini PSPB langit Bintaro jadi biru gitu, awannya keliatan dan udara ga berpolusi banyak.
Reply DeleteTernyata permasalahan sampah tuh tiada habisnya ya. Manusia masih banyak yang kurang peduli terhadap limbah yang mereka hasilkan. Padahal kan ya kalau buang di tempat semestinya aja sudah turut berpartisipasi terhadap manajemen lingkungan.
Reply DeleteSewaktu ke Jakarta tepatnya ke Monas, saya kaget melihat langit di sana tampak pucat pasi dan tidak ada sedikitpun warna biru di sana padahal hari panas dan matahari nyata terlihat. Saat itu baru tersadar ternyata jakarta polusinya sudah parah banget bahkan langit saja sudah tidak biru lagi. Jelas kaget karena hari-hari kami di Batam selalu dihiasi oleh pemandangan langit yang biru.
Reply DeleteBener banget kak apalagi saat ini iklim gak menentu ya dari kitanya harus bisa jaga alam dan jaga bumi dengan baik
Reply DeleteBumi memang main menua kalau kita gak jaga dan hemat2 sumber daya alamnya plus juga masa bodo sama isu lingkungan yang kelak akan dirugikan adalah anak cucu kita ya mbak. Makanya walaupun mulau dr hal kecil kyk gk sering pakai lampu, AC dll itu jg sangat membantu
Reply DeleteBener bngt ya klo bukan Kita siapa lagi yg mnjaga Bumi y mba di mulai dari hal2 terkecil
Reply DeleteDampak perubahan iklim global emang panjang dan lebar ya.. banyak hal yang harus dilakukan bersama utk menghadapi dan mengurangi dampak negatif nya..
Reply DeleteKeren banget komunitas ini buat mengajak anak muda cinta lingkungan ya. Semoga berkat pandemi ini kita makin berubah ya mba, lebih jaga kebersihan, jaga kesehatan, cinta lingkungan
Reply DeleteNgeri ya ummi makanya kalau mau menyelematkan lagi hayu lakukan hal kecil yang bisa berdampak besar
Reply DeleteKayak gini nih yang namanya sengsara membawa nikmat ya. Mungkin itu virus emang harus ada supaya kita2 yang udah jahat banget sama bumi ini jadi mulai introspeksi. Dan mulai menyadari kesalahan kita pada bumi. Perjuangan menjaga bumi masih panjang sih, tapi anggap aja ini awal yg baik.
Reply DeleteSenangnya liat langit jakarta sekarang tambah ceraaah.. Aku belum pernah ke Jakarta sih tp katanya dulu gak kek gini ya mba.. Semoga next persoalan ttg sampah jg menyusul membaiknya ya
Reply DeleteVentilasi di rumah sebaiknya memang yang mengarah langsung keluar ya Mba. Agar sirkulasi udara di dalam rumah jadi sehat.
Reply DeleteLangit di Jakarta jadi lebih bersih dan terlihat biru ya sejak orang-orang banyak yang bekerja di rumah
wuiih, jarang banget bisa liat langi jakarta kayak gitu ya Mba. langit dan bumi memnag sudah lelah. mungkin korona datang untuk menyelamatkan bumi ini
Reply DeleteAku udah lama suka memisahkan sampah rumah tangga yang organik dan non organik. Semua dimulai dari sendiri, keluarga lalu masyarakat. Iyaaa kalau semua orang melakukan hal yg sam..langit akan terlihat biru dan indah terus.... iklim menjadi lebih baik juga ya mbak Al 😊😊
Reply DeleteWah cakep banget langit Jakartanya mba...efek positif korona ya . Sampah kayaknya jd masalah klasik di Indonesia kesadaran buang sampah pada temaptnya masih rendah begitu juga penggunaan plastik, suka banget apa2 pake kresek
Reply DeleteEh, sama loh Mba Al. Waktu saya ada event di kawasan Sudirman, saya liat dr lantai 7 itu langit jakarta tak pikir kabut. Bukan toh ternyata. Polusi ya? Salah satu sisi poaitif covid 19 ya. Langit jakarta jadi bersih dan bulan juni siap butek lagi.. hiks
Reply DeleteBumi ini tempat kehidupan kita, aku sejak lahir hingga kini di Jakarta dan ingat bagaimana dulu kepik, kupu-kupu, capung, aneka bunga liarmemenuhi jalan...sekarang perlahan musnah. Sudah waktunya kita sadar jaga bumi
Reply DeleteJadi, datangnya wabah covid-19 ini hikmahnya besar juga ya Mbak bagi kita semua. Mungkin ini cara Allah untuk membersihkan bumi yang sudah semakin kotor.
Reply DeleteSetuju.
Reply DeleteKita semua bisa mengambil peran menjaga bumi.
Mulailah dari diri sendiri dan sekarang juga!
Apa pun itu yang kita lakukan, meski kecil, sangat berarti!
Langitnya biruuu sukak lihatnyaa
Reply Deletemerinding aku liat perubahan bumi sebelum dan setelah adanya covid. Seperti memang ini yang diinginkan bumi kita:')
Reply DeleteKeren mba, emg semua gk bisa hanya berharap usaha pemerintah tapi kita bisa berpartisipasi jg seperti contoh dari mb di atas. Mantap deh
Reply Delete