Assalamu Alaikum teman-teman
yang baik. Apa kabar hari ini ? Teman, saya ingin cerita tentang pengalaman
saya mengunjungi pasar tradisional. Boleh percaya boleh nggak, dalam seminggu
minimal tiga kali saya ke pasar tradisional. Selain karena pasar tradisional
letaknya dekat kantor saya di kawasan Palmerah, saya juga senang ke pasar
tradisional.
Padahal dulu saya paling anti
ke pasar tradisional. Ngebayangin lantainya yang becek, hitam dan kotor. Plus
juga berdesak-desakan dengan berbagai orang sehingga membuat saya hampir selalu
mengurungkan niat untuk belanja di pasar tradisional.
Suasana Pasar Palmerah |
Tapi sejak menikah saya malah
suka ke pasar tradisional. Saya nggak ragu lagi ke pasar tradisional walaupun
hujan dan becek serta jorok. Mengapa saya suka ke pasar tradisional? Pertama,
karena di pasar tradisional itu banyak yang menjual berbagai bahan makanan
hingga pakaian loh.
Saya pernah beli celana ¾ di
pasar Palmerah hanya seharga Rp 10 ribu. Kualitas bagus, barang baru dan nyaman
digunakan. Biasanya jahitan pribadi yang dijajakan dengan secara di gendong.
Nanti kalau ada lahan pasar yang kosong, dagangannya langsung di gelar sambil
menunggu para pembeli.
Kalau belanja lauk pun juga
tentu banyak pilihan di pasar tradisional. Mulai dari ikan, sayuran, daging pun
semua tersedia. Mau nyari bawang merah dan bawang putih yang sudah di kupas
pun, ada di pasar tradisional. Bahkan sebelum mudik lebaran, saya pun
menyempatkan belanja bawang merah dan bawang putih kupas di pasar tradisional.
Bahkan kadang kalau saya nggak niat belanja tapi hanya sekedar mau lihat pasar tradisional pun saya lakukan. Misalnya ya saat pengen cuci mata di pasar palmerah, saya datang langsung. Kalau lama tak mampir ke pedagang daging langganan, biasanya akan di panggil “Neng, mampir dulu. Ini ada daging bagus,” kata penjual daging. Kadang saat mereka nawarin belanja tapi uang saya kurang, mereka akan menawari untuk bayar keesokan harinya atau kapanpun saat saya bisa.
Menurut saya, belanja di pasar
tradisional itu punya beberapa tips yang harus diperhatikan. Pertama-tama, saya
sarankan teman-teman untuk membawa kantong belanja dari rumah untuk
meminimalisir sampah plastik. Pedagang pasar itu sering sekali membungkus
makanan menggunakan plastik.
Kedua, jangan lupa untuk
tentukan dulu mau belanja apa saja. Saya tuh kebiasaan dari rumah udah rencana
mau beli apa di pasar tradisional, eh malah beli bahan makanan yang belum akan
saya masak dalam waktu dekat. Atau kadang udah ada rencana mau masak menu
tertentu, eh ada aja bahan-bahannya yang lupa terbeli sehingga mau tak mau
harus membeli lagi di pasar atau warung dekat rumah.
Ketiga, menurut saya sebaiknya
tidak menawar belanjaa di pasar tradisional terlalu tinggi. Misalnya sayur yang
harganya Rp 2000 tapi di tawar hanya Rp 1000. Kasian juga kan kalau pedagang di
pasar tradisional. Hehhehe
Ngomong-ngomong soal pasar tradisional, saya pernah mengunjungi
pasar tradisional di Banda Neira yang terletak di dekat gunung api Banda. Jadi
kalau belanja di pasar tradisional itu, kita akan melihat keindahan gunung yang
indah. Sayangnya saya nggak menyimpan
koleksi foto itu. Tapi keindahannya hingga kini masih tampak.
Saya ingin sebetulnya
mengunjungi pasar tradisional yakni pasar apung di Kalimantan. Pertama kali
saya ingin sejak melihatnya di iklan salah satu televisi swasta di Indonesia.
Teman-teman punya pengalaman
apa berkunjung ke paar tradisional?
Saya suka ke pasar tradisional. Walau sekarang bisa belanja sayur online tapi rasanya lebih puas belanja sendiri. Ayo, mbak, ke Pasar Terapung :-)
Reply Delete