Adakah kerinduan yang pernah
teman-teman rasakan pada kampung halaman? Saat ini, itulah yang saya rasakan.
Kota Ambon Manise |
Ambon
Saya mengabiskan hampir 17
tahun hidup di kota Ambon walau saya tak lahir di kota Ambon. Kok bisa?
Jadi begini ceritanya. Ketika
saya berusia 3 bulan, mama dan papa saya hidup beberapa bulan di Pulau Seram,
Maluku. Pulau itu bisa ditempuh dengan perjalanan menggunakan kapal selama 6
jam perjalanan.
Setelah tiga bulan di Pulau
Seram karena pekerjaan, mama dan papa pun pindah ke Ambon. Di Ambon ada Bib dan
Baba saya (kakek nenek dari keluarga papa). Ada juga keluarga besar papa yang
memilih hidup di Ambon.
Awal pernikahan papa dan mama,
kami hidup bersama keluarga besar Papa. Tak heran saya akrab dengan adik adik
papa karena hidup lama satu atap. Setelah papa dan mama memiliki rumah sendiri
di kawasan Waitatiri, Maluku Tenggara, kami pun pindah rumah.
Tapi kepindahan itu hanya
berlaku buat mama, papa dan adik saya. Saya tak boleh pindah karena Baba
meminta saya tetap tinggal bersamanya.
Jujur, kala itu saya kesal
karena pengen tinggal sama Mama dan Papa tapi tak diperbolehkan. Tapi saya tahu
bahwa Baba melakukan itu karena sayang sama saya dan tak ingin berpisah dengan
saya. Baba saya menderita stroke sehingga segala aktifitasnya harus dibantu
oleh saya atau tante saya.
Di Ambon, saya sangat
menikmati masa kecil saya. Penduduknya yang ramah-ramah, pemandangan pantainya
yang luar biasa indah hingga kulinernya yang sungguh menggugah selera. Konflik
Ambon tahun 1999 mau tak mau memaksa saya sekeluarga pindah ke Sidoarjo.
Sesuatu yang tak pernah saya duga karena kami pindah tanpa membawa barang
apapun.
Saya tahu itu pun semua serba
mendadak dan terpaksa saat di atas kapal papa meminta kami untuk melanjutkan
pendidikan di Surabaya. "Tapi katong (kami) nggak bawa apapun," kata
saya ke papa. Papa berusaha menenangkan dan meyakinkan bahwa segalanya akan
berjalan lancar dan dalam perlindungan Allah.
Ambon kemudian menjadi kota
yang sangat saya rindukan untuk selalu pulang. Walaupun sekarang Papa saya
tinggal bersama saya di Jakarta, tapi di Ambon masih ada tante dan om saya di
Ambon. Terakhir saya ke Ambon sekitar dua tahun lalu untuk menengok tante saya,
Ibu Mem yang terkena sakit stroke.
Sidoarjo-Surabaya, Jawa Timur
Saya lahir di kota Sidoarjo
yang terletak sekitar satu jam perjalanan dari kota Surabaya. Di Sidoarjo, saya
lahir di RS Siti Khodijah yag berjarak sekitar 20 menit dari rumah eyang (kakek
saya dari keluarga mama). Awal lahir saya hanya tiga bulan saja di Sidoarjo dan
kemudian ke Pulau Seram, Maluku.
Selama menetap di kota Ambon,
terkadang kami ke Sidoarjo menggunakan kapal laut dan harus menempuh perjalanan
4 hari 3 malam. Perjalanan yang panjang kan ? Konflik Ambon tahun 1999 membuat
saya sekeluarga kembali ke rumah orangtua mama saya di Sidoarjo.
Di Sidoarjo, saya melanjutkan
pendidikan hingga bekerja di Majalah Gatra. Sidoarjo-Surabaya adalah dua kota
yang berjarak berdekatan. Ya seperti Jakarta-Depok sehingga bisa ditempuh
pulang pergi setiap hari. Saya tinggal di Sidoarjo dan bekerja di Surabaya.
Total 6 tahun saya hidup di
Sidoarjo. Namun entah kenapa, bahasa Jawa saya lemah sekali. Kalau bahasa Jawa
ala Surabaya yang sederhana, saya paham. Tapi seringkali saya hanya diam
termangu saat teman saya berbahasa Jawa. Kalaupun ngerti bahasa Jawa ya
sekedarnya saja. Pernah saya coba berbahasa Jawa dengan orang yang tak saya
kenal tapi hasilnya, bahasa Jawa saya tak dipahami. Hiks...
Sekarang saya kalau ketemu
teman di Surabaya atau Sidoarjo ya pakai bahasa Jawa sederhana seperti “Kok
iso?” atau “Sopo yang ngmong koyok ngono?” Sederhana kan? Kemampuan beradaptasi
bahasa Jawa saya sungguh payah.
Jakarta
Selepas kuliah, saya kemudian
dimutasi ke Jakarta. Saat itu kantor biro di Surabaya ditutup dan dua karyawan
dari Surabaya dipanggil ke Jakarta. Pertama kali pindah ke Jakarta saya seperti
orang hilang. Ya iyalah, Jakarta sumpek dan penuhnya masyaAllah. Macetnya
dimana-mana bikin stres.
Awal ditugaskan di Jakarta,
saya kebablasan tidur di bus karena kecapean liputan di Jakarta menggunakan
angkutan umum. Naik turun bus. Kebingungan menemukan tempat liputan hingga
tersasar di Jakarta sudah menjadi pengalaman saya hampir setiap hari.
Di Jakarta saya ngekost di
rumah yang terletak tak jauh dari kantor. Tapi sebetulnya hidup saya lebih
banyak di kantor karena seringkali saya lebih banyak tidur di kantor atau
liputan luar kota. Jakarta dengan segala kompleksitasnya tetap membuat saya
seolah benci tapi cinta.
Saya benci dengan segala
kemacetan Jakarta yang tak ada habis-habisnya. Tapi saya jath cinta dengan
Jakarta karena membuat saya semakin kaya pengalaman dalam kehidupan. Jakarta
membuat saya semakin belajar mandiri dan kuat. Saya tak ingin menyerah saat
hidup di Jakarta karena saya tahu jika ingin bahagia maka nikmatilah kota
tempat kita bekerja dan mencari penghidupan.
Sesuatu yang tak pernah saya
duga adalah menikah dan kemudian kini menetap di Jakarta. Alhamdulillah dengan
segala perjuangan bersama suami, kami memiliki rumah di Jakarta. Jakarta hingga
kini menjadi tempat yang akan kami tinggali.
Kalau ada yang bertanya ingin
pindah ke mana ? Saya akan menjawab MADINAH! Hahhaa jauh kan ya ? Tapi ya
entahlah kapan keinginan ini terwujud. Sambil menunggu, saya memilih untuk
bersyukur Allah berikan saya hidup di kota-kota yang memberikan kesan baik
kepada saya.
Kalau teman pernah tinggal di
kota mana saja ? Apa pengalaman yang berkesan selama tinggal di kota itu ?
aamiin semoga ya ummi bisa pindah ke MAdinah, Jakarta emang ga kuat macetnya tapi disanalah cinta tumbuh ummi wkwkwkk
Reply DeleteWow... yang satu Ambon, yang satunya lagi Sidoarjo. Memang jodoh ya hehe... jadilah Mba. Yang soal cita-cita ke Madinah itu, semoga terkabul ya 😊
Reply Deleteikutaaan pengen pindah ke madinah mbaaa... rasanya ademmm
Reply DeleteSeru nih tinggal 17 tahun di Ambon, apalagi dari bayi ya. Menjelajahi kota-kota di Indonesia
Reply DeleteWah artikel yang renyah banget, aku seneng bgt mengalir mengikuti ceritanya. Aku tadi nyari2 artikel seputar kehidupan di Ambon&nemu ini. Kalau ditanya, aku pernah tggal di kota mana saja,
Reply DeleteSaat umur 1-2 di Jember
Umur 2 tggal sebentar di Denpasar
Kemudian pindah ke Surabaya sampai umur 9
Kemudian pindah lagi ke kota Batu sampai umur 19 th
Lalu saya kerja di Gresik sampai umur 21
Dan balik lagi ke Malang sampai umur 24
Setelah lulus kuliah, saya kerja ke Jerman dan tinggal di München setahun
Lalu sampai sekarang di Hamburg.
Ini lagi mikir2 pengen pulang ke Indonesia dan menetap di Ambon. Aaaminn