Resensi Buku : Lagom. Rahasia Hidup Bahagia Orang Swedia

Blog ini berisi tentang kisah perjalanan, catatan kuliner, kecantikan hingga gaya hidup. Semua ditulis dari sudut pandang penulis pribadi

Resensi Buku : Lagom. Rahasia Hidup Bahagia Orang Swedia

Apa yang membuat seseorang bahagia? Apakah harta banyak bisa membuat seseorang bahagia? Sepertinya tidak selalu demikian. Saya pernah berkenalan dengan seseorang yang bisa dikatakan memiliki hampir semuanya. Tiga mobil selalu terparkir di rumahnya yang besar dan megah. Namun semuanya terasa hampa karena ia selalu merasa sendiri karena kesibukan anak-anaknya yang telah dewasa dan memiliki keluarga masing-masing.

Apakah kebahagian memiliki pekerjaan juga menjadi patokan? Belum tentu juga. Ada teman yang mengeluh pekerjaan yang kini digelutinya membuat ia kehabisan waktu me time. “Aku sampai nggak punya waktu buat diri saya,” katanya. Apa yang ia lakukan semata-mata demi urusan pekerjaan dan bukan karena keinginan pribadi. Belum lagi ia harus berjibaku dengan kemacetan perjalanan menuju kantor yang menghabiskan waktu berjam-jam.
 
Lagom : Rahasia Hidup Bahagia Orang Swedia 
Dua contoh di adalah kisah nyata yang menunjukkan bahwa kekayaan dan pekerjaan yang dimiliki bukan jaminan seseorang bahagia. Tapi ada juga definisi kebahagiaan yang sederhana. Misalnya saya yang merasa bahagia ketika naik commuterline dalam keadaan nyaman serta tak penuh. Saya bersyukur karena mudah bahagia untuk hal-hal sederhana. Alhamdulillah ...

Tapi ya balik lagi berapa banyak yang merasa bahagia dengan kehidupannya?. Seringkali ada perasaan kurang dan memiliki keinginan yang banyak. Pengen ini, pengen pengen ini. Mau ini, mau itu. Tak pernah ada perasaan dalam kehidupan.

Nah, di tulisan saya kali ini, saya akan menulis resensi buku berjudul ‘Lagom. Rahasia Hidup Bahagia Orang Swedia’ yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh penerbit Renebook. Swedia termasuk salah satu negara yang paling bahagia berdasarkan survey  yang dilakukan oleh Badan PBB dan diumumkan pada Hari Kebahagiaan Internasional yang jatuh pada tanggal 20 Maret 2017.

Dalam buku berjudul ‘Lagom. Rahasia Hidup Bahagia Orang Swedia’, Kebahagiaan ini di tinjau dari beberapa aspek yakni kultur, makanan, kesejahteraan hingga keuangan. Pernah dengar kata Lagom? Kata ini memang masih terasa asing. Lagom (dibaca laaw-gam) artinya jumlah yang pas, tidak lebih atau tidak kurang.

Beberapa hal yang bisa dipelajari dari Lagom dibahas di buku ini yakni :
Keseimbangan individual
Kesederhanaan
Kemandirian dalam lingkup sosial
Menciptakan keselarasan
Seni bersabar
Menghargai waktu
 
Bahagia. Sumber foto : Pixabay.com
Dalam buku ini misalnya menceritakan orang Swedia memiliki keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Jika di Indonesia jatah cuti setahun 12 hari, di Swedia cuti selama 5 minggu merupakan standar bagi karyawan. Bahkan cuti berbayar untuk mengurus anak adalah 480 hari yakni sekitar satu tahun tiga bulan per anak.

Ada sedikitnya 18 hari libur nasional ditambah dengan hari kejepit di antara hari libur nasional dan akhir pekan yang dapat dijadikan hari libur oleh sebagian orang. Ada juga dapat meminta izin cuti berkompensasi yakni hak orang tua yang dinamakan VAB untuk merawat anak yang sakit.

Segala kemewahan ini disubsidi besar-besaran secara adil oleh sistem pajak yang didukung oleh semua orang. Artinya, semua orang membayar bagian mereka masing-masing secara adil sehingga siapapun bisa mendapatkan hak-hak dasar.

Tak heran, menurut Indeks Hidup Lebih Baik dari OECD, 81% orang yang tinggal di Swedia berada dalama kondisi sehat yang secara substansial lebih tinggi daripada rata-rata OECD yang sebesar 69%.

Di halaman 162, ditegaskan bahwa orang Swedia bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. Fleksibilitas dalam bekerja menjadi kultur mereka. Misalnya, orangtua dapat pulang kantor lebih awal untuk menjemput anaknya dari taman kanak-kanak atau keluar sejenak untuk memenuhi janji pertemuan pribadi. Bahkan setelah cuti melahirkan, mereka dapat mengurangi 50% hingga 75% jam kerja, jika mereka menginginkannya. Siapa yang tak bahagia?

Lagom juga diterapkan saat menata rumah. Perabot-perabotan yang digunakan bersifat praktis, simpel dan sangat mudah digunakan. Konsep tentang pengaturan rumah ala Lagom ini di ulas di halaman 117. Pengaturan keuangan yang dilakukan oleh orang Swedia juga mengacu pada Lagom yakni tidak berlebihan, tidak kurang, pas.

Pengelolaan uang dilakukan secara lebih praktis dan logis. Ketika membeli sesuatu selalu dipertimbangkan terlebih dahulu apakah penting membeli produk itu atau tidak. Dengan cara ini, secara perlahan akan menjauhkan seseorang untuk berhutang.

Inti dari Lagom itu adalah apa adanya, tidak berlebihan dan jumlahnya pas. Dan hal ini yang kemudian diterapkan oleh masyarakat Swedia dalam kehidupannya. Dengan menerapkan konsep hidup Lagom, Swedia menjadi salah satu negara yang penduduknya paling bahagia.

Dalam buku ini juga dijelaskan beberapa poin yang daoat dilakukan untuk menerapkan Lagom yakni : jangan sombong, tidak boros, jangan membuang-buang waktu hingga melakukan 3R yakni reuse, refil dan reycle.

Buku ini cukup menarik dibaca karena diungkapkan secara satu per satu dari berbagai bidang. Selain itu, buku ini menerima penghargaan di bidang penulisan dari Society of American Travel Writers dan North American Travel Journalist Association.

Jika teman-teman tertarik untuk membeli buku ini, bisa langsung membuka website https://bukudiskon.co.id/ ya. Oh ya, apakah teman-teman tertarik untuk hidup Lagom ala orang Swedia? Atau sudah menerapkan dalam kehidupan teman-teman? Yuk berbagi ... 

Penulis: Lola A. Åkerström
Diterjemahkan dari  ‘Lagom : The Swedish Secret of Living Well’
Penerbit : Renebook
Jumlah Halaman: 244
Kertas : Bookpaper
Ukuran: 14 x 21 cm              
Berat: 250 Gram


63 nhận xét

Avatar
https://www.junjoewinanto.com 08:55 28/2/18

Saya suka sama prinsip hidup orang Swedia ini. Bukan apa", tapi memang hidup itu ga perlu ngoyo2, menikmati setiap tetes rezeki yang sudah diberi. Pas, ga kurang ga lebih. Jangan maksakan diri. Support negara membuat rakyatnya nyaman. Ga ada yang namanya iri. Saya bedakan antara kebutuhan dan keinginan. Yess!! Sangat suka sama polanya.

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 15:26 28/2/18

Nih kayaknya sudah menghayati bener nih yang dilakukan orang Swedia dalam kehidupan sehari-harinya om Jun :)

Reply Delete
Avatar
Satria Mawar 10:15 28/2/18

tombol kebahagiaan sudah ada dalam diri kita masing-masing, tinggal turn on aja sewaktu-waktu

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 13:37 28/2/18

Setuju banget, mas Satria. Semoga tombol kebahagiaan itu bisa selalu di turn on kan ya :)

Reply Delete
Avatar
Ila Rizky 10:41 28/2/18

Keren mba. Jadi penasaran sama bukunya. Produk ikea dan oriflame juga kan dari swedia dan terbukti dari segi efisien.

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 13:37 28/2/18

Iyap bener banget, mba. Efisiensi itu yang mendasar banget dalam kehidupan orang Swedia :)

Reply Delete
Avatar
Herva Yulyanti 11:04 28/2/18

ya ampun 480 hari cuti melahirkan bo ya disini seharusnya gitu wkwkwk tp ga mungkin y Ummi :p

menarik nih ceritanya ummi jadi penasaran pgn baca juga

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 13:38 28/2/18

Hahhaa jujur aku baca langsung deh pengen hamil, melahirkan dan membesarkan anak di Swedia. Hahhahahaaaa

Reply Delete
Avatar
Nurul Dwi Larasati 12:06 28/2/18

Menarik bukunya. Membahas tentang kultur suatu bangsa ya. Sepertinya saya belum termasuk menjalani Lagom.

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 13:38 28/2/18

Hayuk coba dipraktekkan dlu, Mama Sagara :)

Reply Delete
Avatar
Elly Nurul 12:33 28/2/18

Wah.. menyenangkan sekali tinggal di swedia.. apa kita pindah aja nih Mba Al? hehe, Bicara tentang kebahagiaan, beberapa hal dalam buku tsb sudah dijalankan, yg utama adalah keseimbangan hidup menurut aku, seimbang dalam peran sebagai ibu, istri dan individu, dengan keseimbangan tersebut InsyaAllah bahagia

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 13:39 28/2/18

Hhaha emang bikin ngiler yaa ...
Iyap setuju banget mba untuk memulai melakukan keseimbangan di peran yang kini kita jalani yaa

Reply Delete
Avatar
antung apriana 14:39 28/2/18

wah kayaknya enak banget yaa tinggal di swedia

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 15:22 28/2/18

Abis baca buku ini, aku pun berpikiran hal yang sama. Hehhehe

Reply Delete
Avatar
DoniNurdians 15:02 28/2/18

Harus segera ke gramed nih,,keburu habis,,,makasih ulasannya mbak

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 15:23 28/2/18

Langsung bisa juga beli online, mas :)

Reply Delete
Avatar
Annafi 17:55 28/2/18

Di keluarga lagi menerapkan hidup sederhana, tapi karena aku hobi sosmed jadi kadang iri dengan yang wah wah.. Padahal udah tahu nggak butuh amat.. Harus banyak belajar nih.

Kayaknya keren bukunya, mau bacaa

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:01 1/3/18

Hahah nah ya bener mba. Aku juga kadnag khilaf :p

Reply Delete
Avatar
Utie adnu 20:01 28/2/18

Aku bahagia mba,, punya temen dirimu hehe,,, kbahagian intinya kita sendirilah yg menciptakan

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:01 1/3/18

Alhamdulillah bangeet mba Utieee :*

Reply Delete
Avatar
Gita Siwi 21:08 28/2/18

Iya kalau direnungin dalam2 buat apa memang yang hidup berlebihan. Apalagi besar pasak dari pada tiang. Apa yang kita butuhkan dan inginkan memabg disini ujiannya. Udah paham banget ya konsep ini org2 SWedia

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:19 1/3/18

Dan aku sendiri belum paham-paham. Masih pengen beli ini dan itu :p

Reply Delete
Avatar
Memez 22:06 28/2/18

Penasaran banget sama bukunya. Pingin cari ah :)

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:21 1/3/18

Langsung bisa di order online, mba :)

Reply Delete
Avatar
Tina Sindi 23:35 28/2/18

Duh....tambah lg impianku untuk pergi ke luar, padahal ke yg Deket aja susah banget atur duitnya. Tapi Swedia benar² menggiurkan

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:34 1/3/18

Iya insyaALlah kita tak tahu ya sapa tahu ada rejeki kita buat ke Swedia ya mba

Reply Delete
Avatar
Mporatne 23:37 28/2/18

Kapan ya indonesia kaya gitu ya? Di perusahan susu ngasih cuti 3 bulan. Kita yg dengarin aja bilang "ada lowongan gak pak ". Kalau negara lain cuma berharap aja, semoga kaya gitu. Kalau pindah warga negara mah ogah

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:35 1/3/18

Kalau cuti 3 bulan untuk menyusui di Indonesia memang iya sih ya mba. Asalkan bisa di terapkan di Indonesia ya

Reply Delete
Avatar
Blogger Surabaya | Rey - reyneraea.com 00:00 1/3/18

Karena bisa hidup itu sebenarnya sudah berbahagia, hanya saja banyaknya keinginan mengikis kebahagiaan :)

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:35 1/3/18

Alhamdulillah bener banget mbaa.

Reply Delete
Avatar
Tira Soekardi 02:29 1/3/18

makasih sharing reviewnya, belum baca

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:36 1/3/18

Momggo beli dan baca, mbaa

Reply Delete
Avatar
Dian Restu Agustina 05:43 1/3/18

Untuk menata rumah saya mulai ngikut orang Swedia, Mbak..dengan membeli flat thing. Seperti pakai produk IKEA yang asal dan konsepnya dari Swedia, misalnya. . Beli sofa, meja, lemari, dan lainnya cuma satu atau dua box, bisa diangkat sendiri karena ringan, bisa dibawa pakai kendaraan sendiri dan dirakit mandiri karena mudah. Hemat apa saja itu...Keren !! Salut saya dengan idenya.

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:47 1/3/18

Wow keren banget itu, mba.
Rumahku ala Jawa, mba. Serba kayu jati. Hehhee. Sebetulnya lebih enak dipadu padankan ya mba

Reply Delete
Avatar
Latifika Sumanti 07:17 1/3/18

beruntung sekali saya mampir di sini, kebetulan ada blog collab di grup saya ttg hari kebahagiaan internasional. saya izin copas gambar boleh mba? nanti disertai sumber

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 14:37 1/3/18

Siap boleh, mba :)
Terima kasih ya

Reply Delete
Avatar
Ade UFi 07:31 1/3/18

Yes, dalam islam pun segala sesuatu yg berlebihan akan menjadi tidak baik. Jadi yg sedang2 saja. Sesuai porsinya lah.

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:32 2/3/18

Iyap bener banget, mba Ade :)

Reply Delete
Avatar
Hani S. 08:27 1/3/18

Lagom, so inspiring.
Harus banget nih mulai menerapkan ini di rumah. Selama ini juga jarang beli yang gak perlu2 bgt, tapi sesekali masih dan itu kayaknya harus mulai diminimalisir.

Btw jadi tertarik sama buku ini deh, makasih ya Mbaaa, jadi pengen beli juga

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:33 2/3/18

Kadnag kita khilaf ya, mba. Pengennya beli apa aja. Hihihi

Reply Delete
Avatar
Nefertite Fatriyanti 09:23 1/3/18

Iyah, terus belajar menyederhanakan hidup, meminimalkan keinginan yang tidak penting.
Banyaki berbagi akan lebih membahagiakan.
Berbagi kan nggak harus materi

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:33 2/3/18

Berbagi bisa dalam bentuk apa saja ya mbaa

Reply Delete
Avatar
Melinda Niswantari 10:43 1/3/18

Alhamdulillah akupun kategori orang yang mudah bahagia dengan hal-hal sederhana, bukunya menarik dan menginpirasi sekali ya. Kayaknya abis baca buku Lagom orang-orang pada pengen hijrah ke Swedia ya hahaha.

Tapi emang bener loh...hidup sederhana, apa adanya nda berlebihan itu bikin adem dan bahagia :)

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:34 2/3/18

Iya mba Melinda. Hidup jadi lebih tenang

Reply Delete
Avatar
April Hamsa 11:42 1/3/18

Mendadak buku ini menginspirasiku utk bikin buku "Bahagia ala Orang Indonesia" eh atau yg lingkup kecil dulu "Bahagia ala Orang Jakarta" hahaha. Soale pasti lbh deket ma kehidupan calon pembaca di dalam negeri. Piye? Kolaborasi? xixixixi

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:39 2/3/18

Hahhaa iyaa aku pun langsung terbersit begitu, mba :p

Reply Delete
Avatar
Nurul Sufitri 15:39 1/3/18

Bener ya..bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja 😊 Uang pasti koita butuh. Hanya saja ga semua bisa dibeli dengan kelimpahan harta untuk membuat seseorang itu bahagia. Menyenangkan hati orangtua, terlibat dlm acara keluarga juga membuat kita bahagia ya mb Alida 😚

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:40 2/3/18

Alhamdulillah keterlibatan keluarga emang penting ya buat kehidupan

Reply Delete
Avatar
mira utami 16:13 1/3/18

gak berlebihan yah intinya dan bersyukur dengan apa yang dimiliki apalagi bisa dipakai berulang-ulang dan gak mengganggu ekosistem. klo banyak orang yang menerapkan mungkin atmosfir masih raman dan lubang ozon yang meluas hihihi. tapi aku suka minum kemasan.mulai dikurangi lah sedikit sedikit daripada nambah sampah

Reply Delete
Avatar
Rach Alida Bahaweres 08:48 2/3/18

perlahan-lahan diterapkan pasti bisa ya

Reply Delete
Avatar
Dita Indrihapsari 16:38 1/3/18

Aku jadi pingin ke Ikea.. Lhaaa.. hahaha.. Pingin juga menerapkan kayak orang Swedia supaya bahagia dan lebih bahagia ya mba.. Tips-tips sepertinjamgan sombong, jangan boros, dll itu memang pas banget untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari..

Reply Delete
Avatar
Jalan-Jalan KeNai 18:05 1/3/18

Kemarin salah seorang penyiar radio juga bilang kalau yang namanya rezeki gak selalu tentang uang. Bisa punya waktu istirahat juga rezeki. Semoga kita semua selalu berbahagia :)

Reply Delete
Avatar
Hanni Handayani 18:22 1/3/18

kapan ya orang Indonesia bisa berbahagia seperti orang swedia. terlalu banyak tekanan bikin orang Indonesia bisa ga bahagia

Reply Delete
Avatar
Adriana Dian 20:53 1/3/18

wuaaaaaah. jadi pengen hidup di Swedia kayanya ya abis baca buku Lagom ini. Hihihi. Dengan jatah cuti sebanyak itu kayanya bisa meminimalisasi tingkat stress para pekerjanya yaaaa

Reply Delete
Avatar
Eni Martini 21:46 1/3/18

Bagus diterapkan di kehidupan kita ya, kadang sombong hadir tanpa terasa

Reply Delete
Avatar
Nita Lana Faera 16:41 3/3/18

Oh jadi kurang lebih intinya tentang pola hidup bersahaja dengan target yang sederhana ya, mba. Saya udah melewati sih fase ttg hidup nggak bahagia ini, haha... Ketika bikin usaha dan target2 itu sangat menggila (keuangan dll). Stop it then... hidup jadi lebih nyaman :D Iyesss, karena yang dicari dari hidup ini ya bahagia dunia akhirat.

Reply Delete
Avatar
mutimimut 17:49 4/3/18

Pengen bisa hidup bahagia selamanya seperti orang Swedia hehe. Poin dari buku ini kayaknya bagaimana bisa memiliki waktu yang berimbang antara pekerjaan dan keluarga, sama pola hidup simpel...tapi kalau di Indonesia (Jakarta) rasanya harus pinter2 menciptakan kebahagiaan, problem masyarakat yang dihadapi berbeda pun kondisi sosial ekonominya

Reply Delete
Avatar
Faridilla Ainun 10:55 5/3/18

Waaaaaaaah, menarik bangett nih bukunya. Pernah baca juga twit seseorang yang milih kerja di Swedia beserta alasannya, mirip sama isi buku ini juga. Jadi wishlist deh ni buku

Reply Delete
Avatar
Nurul Noe 13:00 5/3/18

Weleeh, nikmat amat klo kehidupan ketja disini bisa kayak di Swedia ya. Hihi

Reply Delete
Avatar
Ambar Pravita 22:57 7/3/18

Wahh,, jatah cuti sampe 5 minggu per tahun? Kece banget nih. Pindah ke Swedia aja kali yaa.. Hhahaa

Reply Delete
Avatar
Vhieta 22:58 7/3/18

Bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. Nice quote.. Karena nggak semua orang bisa memahami itu..

Reply Delete
Avatar
Cerita Melalak 23:36 11/3/18

Ini sesuai sangat sama ajaran agama kita ya, Mbak. Tak boleh berlebih-lebihan. Aku pernah dengar curhatan teman cewek yang sibuk luar biasa sampai napas aja kayaknya kok payah. Aku tak bisa membayangkan hidup macam blio.

Reply Delete
Avatar
APRIL TUPAI 11:30 27/3/18

Gara2 postingan dirimu ku langsung beli bukunya dan bener dapet diskon dan cepet bgt sampenya dan bukunya baguuusss bgt. Gak nyesel beli

Reply Delete