Dukungan Suami Kepada Istri

Suami saya adalah tipe pria yang membebaskan saya mewujudkan keinginan. Dia tak pernah mengekang. Setiap kali saya mengajukan suatu keinginan, saya selalu berkomunikasi dengannya. Komunikasi demi komunikasi yang kemudian menjadikan komitmen dalam pernikahan kami menjadi kuat. Suami saya memberikan dukungan nyata untuk saya mengaktulisasikan diri.

Sejak dulu saya adalah perempuan aktif berkegiatan dan hampir selalu keluar kota. Dua minggu sebelum menikah, saya harus bertanggungjawab melaksanakan malam perayaan ulangtahun organisasi yang dihadiri Wakil Presiden. Setelah acara organisasi selesai, saya kemudian terbang ke Malaysia untuk menghadiri perayaan ulangtahun Malaysia. Seminggu setelah menikah, saya harus terbang ke Riau untuk meliput. Saya sempat berpikir, sampai kapan suami saya akan bertahan dengan cara kerja saya seperti ini. Pekerjaan saya sebagai jurnalis memang mau tak mau membuat saya seringkali bepergian. Sedangkan untuk meninggalkan profesi jurnalis sungguh terlalu berat bagi saya.

Alhamdulillah selalu bersama

Suami saya adalah pria yang mendukung setiap langkah perjalanan kehidupan saya. Kesibukan saya di organisasi, kala itu sangat menyita waktu. Pernah dalam sebulan saya harus bepergian setiap Sabtu dan Minggu. Senin sampai Jumat saya sibuk dengan pekerjaan. Sedangkan Sabtu dan Minggu saya keluar kota untuk urusan organisasi profesi. Apakah suami saya marah dengan apa yang saya lakukan? Tidak!. Dia yang menyarankan saya untuk tetap aktif berkegiatan. “Ummi kalau di rumah saja pasti stres,” katanya.

Aktif berkegiatan mau tak mau seringkali harus meninggalkan anak. Apalagi kala itu anak masih kecil. Lalu, siapa yang menjaga anak?. Ya salah satunya adalah suami. Suami saya yang memainkan peranan paling penting saat saya bepergian ke luar kota. Terkadang, suami rela cuti jika harus menjaga anak ketika saya keluar kota. Padahal profesinya di perusahaan swasta sangat menyita waktu. Namun apa yang ia lakukan merupakan bentuk dukungannya kepada saya.

Ketika saya berkegiatan di luar kota, seringkali suami menelpon dan mengatakan bahwa anak baik-baik saja. Dia mampu membuat hati saya tenang berkegiatan. Tak pernah saya mendengar keluhannya saat saya bepergian ke luar kota. Takkala saya memutuskan untuk kuliah lagi, suami adalah pria yang pertama kali menyatakan dukungannya. Saya yang kala itu mengalami kaki patah akibat kecelakaan terpaksa harus digendong suami untuk masuk ke ruang kelas untuk mengikuti ujian seleksi masuk kuliah pascasarjana. Ketika saya menempuh kuliah pascasarjana di Universitas Indonesia, suami juga yang selalu memberikan dukungan tanpa henti. Dukungan suami pula yang membuat saya berhasil lulus pascasarjana dengan beasiswa penuh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kebersamaan kami

Hingga kini, dukungan suami tak pernah berhenti. Dukungan yang selalu mengalir dalam berbagai bentuk. Dukungan yang dilakukan suami selalu terwujud dalam berbagai hal. Termasuk mendukung saya untuk kembali aktif menulis. Sejak pindah kerja, saya hampir tak menulis panjang selama dua tahun. Saya terlalu disibukkan dengan dunia baru yang tampak mengasyikkan tapi lama kelamaan membuat saya meninggalkan kebiasaan saya menulis. Hingga kemudian suami saya berkata, “Ummi kenapa nggak menulis lagi? Sayang loh kalau kemampuan menulis hilang,”. Kalimat itu kemudian menyadarkan saya dan membuat saya kemudian aktif menulis lagi melalui blog. Dukungan nyatanya membuat saya mampu mencurahkan tenaga untuk menulis blog dan syukurnya mampu memenangkan beberapa kali perlombaan blog. Alhamdulillah ....

Bagi saya, apa yang suami saya lakukan merupakan bentuk komitmen untuk mendukung saya. Sebagai istri, tentu saya sangat mengapresiasi apa yang ia lakukan kepada saya. Saya bersyukur, komunikasi antara saya dan suami hampir tak menemui kendala. Mungkin karena suami adalah tipe penyabar dan dewasa. Kami berdua seringkali duduk di ruang keluarga untuk membahas apapun. Mulai dari urusan anak, pekerjaan atau hingga cerita saat kami pertama kali bertemu. Seringkali saya melontarkan cerita-cerita penuh lelucon yang membuatnya tertawa. Melihatnya tertawa membuat hidup saya bahagia. Senyumannya mampu memancarkan energi positif kepada saya. Senyum seorang pria yang memiliki kebaikan hati dan kecintaan kepada keluarga.

Senyumnya membuat saya yakin bahwa ia selalu ada untuk saya. Saat kami berdua duduk, saya membisikkan satu kalimat, ‘Can’t Smile Without You’. Alunan lagu Barry Manilow yang berjudul ‘Can’t Smile Without You’ pun mengalun pelan.   

And you see I can’t smile without you

I can’t smile without you

I can’t laugh and I can’t sing

I’m findung it hard to do anything

You see I feel glad when you’re glad

I feel sad when you’re sad

If you only knew what I’m going through

I juts can’t smile without you