Kejadian ini sudah terjadi tahun 2011
tapi masih teringat hingga kini. Dalam keadaan terluka akibat kecelakaan, saya
di bawa sopir angkutan umum dan seorang kakek ke salah satu rumah sakit
pemerintah di kawasan Jakarta Timur. Apa daya, tak satu pun yang mau menerima
saya. Saya masih mengingat kalimat yang terucap dari seorang satpam yang keluar
dari UGD. “Maaf, UGD penuh,” katanya. “Tapi saya kecelakaan,” kata saya. Satpam
itu kemudian kembali masuk UGD dan kembali seorang diri. Tak ada satu pun tim medis
yang keluar dan melihat keadaan saya. “Maaf, bu. Sebaiknya ibu cari rumah sakit
lain,” katanya. Sopir angkutan umum yang membawa saya sempat bersitegang dengan
satpam. Saya tahu satpam itu panik dengan kondisi saya. Entah kekuatan apa yang
membuat saya kemudian meminta sopir membawa saya ke salah satu rumah sakit
swasta masih masih berada di kawasan Jakarta Timur. Saya seolah mendapat
kekuatan untuk tenang sehingga mampu menghubungi suami menggunakan telepon
genggam sopir angkutan umum.
Selamat ulangtahun IDI |
Mobil angkutan umum itu kemudian melaju membelah jalanan macet menuju UGD rumah sakit swasta. Saat saya tiba, tim medis langsung menangani saya. Saya ditanya tentang berbagai hal. Pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya tetap sadar berpikir. “Bu, kami minta ijin untuk menggunting celana jeans ibu,” kata seorang dokter. “Silakan dokter,” kata saya. Dokter menanyakan apakah saya sudah mengabarkan keluarga atau belum. Dan saya mengatakan bahwa saya telah mengabarkan suami saya.
Tak lama, suami saya tiba.
Saya yang sedari tadi menahan air mata, kemudian menangis saat melihat suami.
Suami memeluk saya. Seorang dokter mendekati saya dan suami. “Bu, sore ini
langsung operasi ya,” kata dokter. Teryata kaki saya patah, urat jempol kaki
kiri saya putus sehingga harus dilakukan penanganan secepat mungkin. Sambil
menunggu jadwal operasi, teman-teman datang tanpa henti. Rasa sakit yang
awalnya tak terasa tiba-tiba muncul. Sakitnya jangan ditanya karena terlalu
sakit. Syukurlah, operasi berlangsung lancar. Kaki saya dipasang pen luar di
empat titik. Setelah dirawat delapan hari di rumah sakit, saya diijinkan rawat
jalan.
Di rumah, banyak yang yang berkunjung
dan tentu saja menanyakan kronologi kejadian. Saya pun bercerita tentang
kondisi saya yang ditolak rumah sakit. “Bu, ibu seharusnya tidak boleh ditolak.
Rumah sakit harus menerima pasien UGD apalagi kondisi kecelakaan seperti ibu,”
kata salah satu tetangga saya. Dalam kondisi darurat, rumah sakit wajib untuk
memberikan pertolongan pertama walaupun UGD penuh. Saya terhentak dengan
kenyataan ini. Saya kemudian meminta pertimbangan kenalan dokter-dokter yang lain. Saya kemudian menulis surat
pembaca di media cetak untuk menceritakan pengalaman saya.
Saya tak tahu alasan mengapa ada
penolakan dari rumah sakit dengan kondisi saya seperti itu. Di satu sisi saya bersyukur ada rumah sakit yang menolong saya. Memang, saat surat
pembaca itu terbit di media cetak pihak rumah sakit kemudian datang ke rumah
dan menyatakan turut berduka dan minta maaf.
Saya paham bahwa keberhasilan tugas profesional seorang dokter merupakan tanggung jawab bersama. Tidak hanya dibebankan pada profesi dokter tapi juga harus didukung oleh pemangku kebijakan, terutama pemerintah. Carut marutnya sektor kesehatan akan menimbulkan potensi konflik antara rakyat dan dokter. Dokter lndonesia sebagai bagian dari rakyat lndonesia membutuhkan peranan dan keberadaan negara dalam mewujudkan rasa keadilan dalam kehidupan berbangsa. Harapannya, warga masyarakat dapat mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara di bidang kesehatan.
Saya paham bahwa keberhasilan tugas profesional seorang dokter merupakan tanggung jawab bersama. Tidak hanya dibebankan pada profesi dokter tapi juga harus didukung oleh pemangku kebijakan, terutama pemerintah. Carut marutnya sektor kesehatan akan menimbulkan potensi konflik antara rakyat dan dokter. Dokter lndonesia sebagai bagian dari rakyat lndonesia membutuhkan peranan dan keberadaan negara dalam mewujudkan rasa keadilan dalam kehidupan berbangsa. Harapannya, warga masyarakat dapat mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara di bidang kesehatan.
Saat hari UlangTahun Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) ke 66 pada 24 Oktober lalu, dokter-dokter dari seluruh
Indonesia melakukan aksi damai untuk menyuarakan Reformasi Sistem Kesehatan dan
Reformasi Sistem Pendidikan Kedokteran Yang Pro Rakyat. Peserta
aksi terdiri dari dokter umum dan dokter spesialis dari berbagai daerah.
Melalui aksi ini lDl ingin mengajak segenap komponen masyarakat bersama-sama
mendorong pemerintah untuk meluruskan kembali kebijakan negara di sektor
kesehatan termasuk pendidikan kedokteran yang menjadi salah satu sumber
pencetak lahirnya tenaga kedokteran mumpuni bagi bangsa ini.
Saya pribadi sangat mendukung sistem
pendidikan kedokteran yang pro rakyat. Logika saya, apabila sejak awal sistem
pendidikan yang pro rakyat, maka semakin banyak muncul dokter-dokter yang mengutamakan
kepentingan rakyat. Namun, untuk menghadirkan sistem
pendidikan kedokteran yang pro rakyat, tidaklah mudah. Pelaksanaan tugas
profesi dokter masih jauh dari konsep ideal yang diinginkan. Pemahaman
masyarakat pada profesi dokter yang minim dan terbatas pada hubungan dokter dan
pasien seringkali menimbulkan gesekan antara masyarakat dan dokter saat
memberikan layanan kesehatan. Keberadaan dokter dalam pelayanan kesehatan
seringkali tidak diimbangi dengan fasilitas dan jumlah tenaga kesehatan lainnya
yang memadai sehingga menimbulkan problem dan berpotensi pada layanan kesehatan
yang substandar (dibawah standar).
Logo Aksi damai IDI |
Ada beberapa hal yang kemudian di
suarakan IDI dalam aksi damai tersebut. Pertama: alokasi pembiayaan untuk obat
bagi pasien yang terlalu kecil sehingga menyulitkan bagi dokter untuk
memberikan obat dan penanganan terbaik terutama bagi pesefta BPJS dari kalangan
rakyat miskin. Kedua, pelaksanaan JKN
masih memerlukan harmonisasi kebijakan dan pengawasan termasuk dalam kaitannya
dengan otonomi daerah yang masih menjadi kendala dalam penerapan program JKN. Di satu sisi, sarana prasarana
pelayanan untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKP) masih minim. Terutama,
ketersediaan obat, alat kesehatan, dan sarana penunjang Iain yang sangat
diperlukan dokter guna menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit yang
diderita pasien. Dan masih banyak permasalahan lainnya.
Semuanya permasalahan diatas berujung
membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan BPJS, pelayanan substandar,
tingginya angka rujukan dan bahkan berpotensi besar meningkatkan hilangnya
nyawa manusia yang tidak ternilai harganya. Carut marut ini menjadi realitas
yang harus mau diakui dan dibenahi sehingga dokter dapat memberikan layanan
sesuai standar layanan medis dan masyarakat tidak dirugikan.
Di satu sisi, pendidikan kedokteran
harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, khususnya hal yang terkait
dengan mahalnya biaya Pendidikan Kedokteran yang pada ujungnya berdampak pada
mahalnya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Dampak tersebut
tentu saja membawa dampak yang tragis terutama bagi masyarakat miskin, yang
semakin sulit mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah dan murah.
Alhasil, institusi pendidikan
kedokteran saat ini telah bergeser dari lembaga pendidikan terprofesi yang
luhur menjadi profit oriented. Selain
itu, pendidikan kedokteran saat ini semakin mahal, lama, dan tidak pro-rakyat. Seandainya
pendidikan kedokteran pro rakyat, maka akan bermuncul dokter-dokter yang pro
rakyat sehingga kasus yang pernah saya alami, tak terjadi lagi. Selamat Hari Ulang Tahun Ikatan Dokter Indonesia ke 66
Y ampun mba untunglah masih ada yang berbaik hati y sama mba cerita kawan ditolak di UGD padhl kritis hingga menghembuskan nafas terakhir memang itu sdh takdir tp seandainya masih ada nurani u/ orientasi menolong bkn orientasi uang nyawanya masih tertolong.
Reply Deletesemoga kedepannya tdk ada lagi y mb kasus dibiarkannya pasien :)
Innalillahi mba Herva. Sedih mendengarnya ya mba :(
Reply DeleteSemoga tidak terjadi lagi ya mba
Miris ya Mbak kalau kita berfikir dari akar permasalahannya, seperti dari sistem pendidikan kedokteran ini. Kalau pendidikannya sudah profit oriented begini, tidak heran jika di kemudian hari profesi dokter juga profit oriented semata.
Reply DeleteIyaa, semoga akan semakin lebih baik ya mba DIah. Aamin
Reply DeleteSemoga masih banyak dokter yg peduli tentang masyarakat.
Reply DeleteDari mulai pendidikan hingga sistem yg sedang berjalan.
Selamat Ulang Tahun IDI ke 66 tahun.
Aamiin. Semua sistem harus berjalan sejak awal dengan baik ya ...
Reply DeletePendidikan kedokteran yang pro rakyat, ini crusial banget. Juga masalah standarisasi pendidikan, apakah fakultas kedokteran di universitas swasta itu sudah memiliki kualifikasi setara dengan universitas negeri? Karena saya melihat beberapa "dokter muda karbitan" yang bahkan tidak mencintai profesinya, tidak memahami apa yang dia lakukan dan bekerja semata demi uang :(
Reply DeleteMba Aira, saya sih percaya banyak dokter yang mencintai profesinya dengan sepenuh hati. Aamin
Reply Deleteya Allah, untung akhirnya diterima di RS lain ya mba. Kebayang marahnya sama pihak RS yg menolak dan aku setuju bgt dengan tindakan mba nulis surat kpd mereka.
Reply DeleteSemoga situasinya semakin ke depannya ya.. Btw, selamat ulang tahunnn IDI :)
Iyaa, mba Zat. Ngilu membayangkannya. Aamin mbaa
Reply DeletePendidikan kedokteran yang pro rakyat dengan cara menuruhkan biaya pendidikan sehingga terjangkau oleh rakyat biasa.
Reply DeleteBtw gimana kondisi kakinya pasca operasi Mbak?
Lukanya memanjang dan permanen, mba. Tapi secara fungsi sudah seperti semula, mba. Alhamdulillah
Reply DeleteMakasih bgt para dokter mau melakukan aksi damai ini. Setidaknya itu menyuarakan keinginan kita sbg rakyat. Ntah knp perwakilan2 kita di DPR itu tdk memperbaiki hal ini. Hiks.. semoga dgn aksi damai kmrn ada hasil yg significant
Reply DeleteIyaa mba. Aksid amai itu bagus karena proses perbaiki untuk yang lebih baik. Aamiin
Reply Deletejadi sedih kalau ada oknum dokter yang profit oriented... kasihan yang nggak berduit
Reply DeleteHIkss, Bener, mba Reni
Reply DeleteSedih bacanya mba... Semoga tidak akan terulang lg ya mba....cukup sekali aja
Reply DeleteAaamin, mba Tina. Aaamiinn
Reply DeleteDuuh... aku degdegan membayangkan Mba Lid nggak diterima di UGD RS padahal kondisi habis kecelakaan :(
Reply DeleteSemoga ke depan pelayanan terutama kesehatan dan pendidikan makin meingkat perbaikannya. aamiin..
Iya mba Arina. Tapi alhamdulillah Allah menolongku :)
Reply Deleteprofit oriented.... jadi abai sisi kemanusiaan :(
Reply DeleteSedih ya mas Rahab :(
Reply DeleteSaudaraku pun ditolak karena memakai BPJS, akhirnya pindah RS, dah mereka mau menerima dan segera mengoperasi.
Reply DeleteEntah bagaimana dokter sekarang, aku pun perlu dokter yg pro rakyat.
Dan semoga, kelak, ada pendidikan dokter yg tidak memakan biaya besar.
Selamat hari IDI ke 66. Semoga para dokter mampu melayani pasien dg baik.
Aamin, mba Eri. Biar makin banyak yang pro rakyat
Reply DeleteAduh sedih baca kisah mb Lid. Syukurlah ya mbak, cepat ditangani di RS lainnya.
Reply DeleteSelamat ulang tahun IDI yang ke 66. Semoga semakin banyak dokter yang pro rakyat.
Selalu ada pertolongan Allah, mba :)
Reply DeleteAlhamdulilah masih bisa cepat tertolong. Masih bnyak orang lain yg mungkin ngak punya uang sama sekali di tolak sana sini krn ngak mampu bayar perawatan dokter pdahal mereka jg korban kecelakaan. Dokter yg pnya hati nurani memang kini mulai sedikit, tapi saya yakin ada.
Reply DeleteIyaa mba Muthz, Itu sedih sekali ya ....
Reply Deletesmoga poin2 yg digaungkan bs terrwujud, amin pakek bgd, byr pelayanan kesehatan utk rakyat smkin baik,
Reply Deletetengkiu sharenya ya mbk
Aamin, mba Inda. Makasih ya :)
Reply DeleteDi dkt rumahku alhamdulillah masih ada dokter praktek yg gak melulu profit oriented.. Murah meriah sdh dpt obat.
Reply DeleteAlhamdulillah mba Rita :)
Reply DeleteSelamat ulang tahun IDI. Semoga makin memperhatikan rakyat dengan segala keprofesionalan yang didapat dari pendidikan yang saya yakin, tidaklah murah.
Reply DeleteAaaminn, mba Riaa
Reply DeleteMakasih mba
banyak kasus kayak gini,...semoga jadi kasus terakhir...
Reply DeleteIyaa, tapi masih terjadi mas :(
Reply DeleteRumit deh kalau membahas dunia kesehatan negeri ini. Seperti lingkarang setan yang sulit diurai dimana ujung pangkalnya. Akhirnya semua kembali ke nurani masing-masing aja. Insya Allah masih banyak dokter yang peduli rakyat, tapi kadang terhambat sistem. Semoga kejadian spt ini nggak terjadi pada siapapun ya mbak.
Reply DeleteInsyaAllah saya juga percaya banyak mba dokter yang peduli rakyat :)
Reply DeleteSaya penasaran sm kronologis kecelakaannya mba.. gimana ceritanya mb?
Reply DeleteSoal dtolak rs deuh miris bgt. Fungsi rs yg tak lg berfungsi *sedih + kecewa
Mba Shona, saya ditabrak truk trailer saat mau menyebrak di zebra cross di bawah fly over Pasar Rebo, mba :(
Reply Deletepernah baca konon program JKN ini merugikan para dokter, ya mudah-mudahan semua semakin membaik, dan pemerintah bikin aturan yang win-win solution
Reply DeleteAaamiin, mba Lingga :)
Reply Deleteya ampun mbak, keluarga saya baru aja ngalamin kecelakaan. Dan itu buat saya langsung kepikiran. Saya juga setuju pastinya dengan apa yang diusung dalam aksi damai kemaren. Saya percaya masih ada dokter yang pro rakyat.
Reply DeleteSetuju, mba. Aku pun percaya :)
Reply Deleteduh mbak baca yang di awal kesal banget, minimal ada dokter yang melihat kondisi nya terlebih dahulu
Reply DeleteHarusnya gitu, mba Tuty
Reply DeleteMiris banget ya mbak, disaat jumlah lulusan kedokteran bertambah banyak tetapi arahnya banyak ke profit oriented. Semoga makin banyak dokter yang pro rakyat.
Reply DeleteAaamiin
Reply DeleteRS-nya yang di deket Tip Top kah? RSUD penuuuh, ga cuma di Jakarta. Pasien kadang terbengkalai di lorong RS. Sedih deh lihatnya. BPJS pun belum bisa menjadi jaminan.
Reply DeleteSmoga makin banyak RS yang pro rakyat ya mba. Amin
Reply Delete