Saya ingin menceritakan kisah
tujuh tahun lalu. Saat saya melahirkan seorang anak yang kerap saya panggil,
Dek A. Saat hamil, keinginan saya untuk memberikan ASI (Air Susu Ibu) begitu kuat. Keinginan saya, anak saya harus saya upayakan untuk mendapat ASI. Saya membaca berbagai testimoni ibu
yang berhasil menyusui, saya mengikuti berbagai saran yang harus dilakukan
sebelum melahirkan agar ASI lancar.
Termasuk memilih rumah sakit
yang mendukung pemberian ASI. Namun semua tak semudah seperti yang saya
harapkan. Saat melahirkan melalui operasi caesar, dosis obat bius ditambah.
Saya terpaksa harus dibius total. Entah terkait atau tidak, saat A lahir dan ia
diletakkan di dada saya, ia tertidur. Berulangkali saya dan dokter memanggil
namanya, ia masih terpejam. Kami sampai menunggu cukup lama. Akhirnya, inisiasi menyusui dini (IMD) yang
diharapkan, gagal.
Kegagalan saya tak berhenti
sampai disitu. Dalam masa pemulihan usai operasi caesar, ASI saya tak keluar
sama sekali. Menetes pun tidak. Saya sedih. Saya merasa gagal sebagai seorang
ibu yang tak bisa menyusui anak. Sehari berlalu dan anak saya tak dapat
mengkonsumsi ASI. Terpaksa, A harus mengkonsumsi susu formula.
Pulang ke rumah, ASI tak
kunjung keluar. Saya binggung apa yang harus saya lakukan. Seluruh urusan rumah
tangga dilakukan suami. Tubuh saya terasa sangat capek. Saya menangis karena
ketidakmampuan saya memberikan ASI. Berkat dukungan suami, saya yakin saya
dapat menyusui. Berbagai cara pun kami lakukan. Mulai dari minum suplemen
hingga sayuran seperti daun katuk. Tapi semuanya tak mempan. ASI saya tak
keluar!. Akhirnya A mengkonsumsi susu formula.
Rekan saya mengusulkan untuk
membeli sayuran bangun-bangun yang
dipercaya dapat meningkatkan produksi ASI. Sayuran ini hanya dapat dibeli di
Pasar Senen, Jakarta Pusat. Pagi hari di hari Minggu, suami berangkat dari
rumah kami di Kalibata menuju Pasar Senen untuk membeli sayuran itu. Sayangnya,
sayuran ini tak mudah untuk dikonsumsi. Daunnya berbulu dan rasanya aneh.
Berulangkali saya mencoba makan, tapi tak bisa. Kemudian suami mencoba memasak
sayuran ini dengan caranya sendiri. Teryata sayuran ini harus diremas-remas
sampai lemas, kemudian lebih enak diolah dengan kuah santan. Rasanya lezaat ...
(Terima kasih, suami tersayang!).
Saya kemudian semakin semangat
untuk bisa menyusui. Suatu hari, saya iseng memerah payudara. Saya belajar
teknik memerah ASI menggunakan tangan. Ajaib, ASI saya keluar. Bahkan langsung
satu botol susu. Saya kemudian semakin percaya diri untuk menyusui langsung.
Awalnya A menolak, tapi kemudian dia selalu semangat untuk menyusui. Setiap
kali usai menyusui, saya makan. Sebelum menyusui saya juga minum minuman hangat
dan makan-makanan bergizi. Dukungan suami sangat menguatkan saya untuk menyusui
ASI. Prinsip saya, kalau ibu lain bisa menyusui anaknya maka saya pun pasti
bisa. Saya selalu membaca tulisan-tulisan tentang semangat memberikan ASI, mitos-mitos ASI hingga segala beluk informasi tentang ASI. Informasi ini yang saya peroleh memberikan dukungan bagi saya untuk menyusui.
Lama kelamaan, jika sebelumnya
A hanya mengkonsumsi susu formula, perlahan saya kurangi porsinya dan mengganti
dengan menyusui langsung. Dua minggu perjuangan untuk lepas dari susu formula
akhirnya membuahkan hasil. Saya berhasil menyusui A tanpa susu formula sama
sekali. Saya bersyukur tanpa henti. Selama A menyusui ASI, ia jarang sekali
batuk pilek. Daya tahan tubuhnya sangat bagus. Alhamdulillah ...
Dua minggu sebelum masa cuti
melahirkan selesai, saya membeli botol kaca. Niatnya agar bisa menyimpan ASI.
Tapi saya masih belum percaya diri dapat menabung ASI. Tapi karena nekat, saya
mencoba percaya dan membeli 12 botol kaca.
Awalnya saya memerah ASI saat
subuh di kala A tidur. Teryata satu botol itu langsung penuh. Saya memilih memerah
dengan tangan agar tak ribet dan lebih praktis. Sebelum menyusui A, saya
memerah ASI. Setelah itu saya makan dan menyusui A. Setiap kali A tidur atau
istirahat saya berusaha untuk menabung ASI. Dalam waktu kurang dari dua minggu,
lebih dari 65 botol kaca berisi ASI tabungan ASIP (ASI Perah)!. Keren kan? ...
Saat masuk kerja, saya selalu
menyempatkan diri untuk perah ASI. Sayangnya di kantor lama tak ada ruang
menyusui sehingga membuat saya terpaksa menyusui di toilet. Sedih memang, tapi
itu kenyataan yang ada. Masih minim perkantoran yang menyediakan fasilitas
ruang menyusui. Itu pula yang saya temui saat melakukan peliputan di lapangan.
Setiap kali berangkat kantor,
saya membawa 3-4 botol ASIP kosong. Sebagian saya tinggal karena saya memerah
ASIP di kantor kemudian saya simpan di freezer kantor. Bahkan freezer kantor
pun penuh dengan ASIP saya. Bagaimana jika meliput di luar kantor?. Saya tetap
memerah ASI. Sebagai jurnalis perempuan, sambil menunggu narasumber yang terkadang tak tentu waktunya, saya
gunakan untuk memerah ASI sambil membaca materi untuk wawancara. ASI perahan
saya kemudian saya simpan di tas.
Jika harus meliput di tempat
lain, saya selalu bertanya apakah ada kulkas atau tidak. Nanti saya titipkan
ASI perahan ke kulkas restoran atau kantor. Kalaupun tak ada ya terpaksa saya
simpan saja di tas. Delapan jam adalah waktu bagi ASI berada di luar ruangan
sehingga saya merasa tak perlu membawa cooler
box. Agak ribet bagi saya. Maklum, saya suka yang praktis dan cepat. Saya juga memilih memerah ASI menggunakan tangan. Namun sebelumnya selalu mencuci tangan sebelum dan setelah memerah ASI.
Saat A berusia 4 bulan, saya
liputan 10 hari di Ambon, Maluku. Tepatnya Desember 2010. Liputan ini sekaligus
pulang kampung saat long weekend
Natal dan Tahun baru. Saya berangkat bersama suami dan A. Karena A masih
menyusui, saya membeli cooler box yang mampu menampung 15 botok kaca. Sebagian
saya isi ASIP, sebagian saya kosongkan. Selama saya liputan ditemani suami, A
saya titipkan di tante. Kala itu, lampu di Ambon seringsekali padam. Padamnya
bukan satu dua jam. Tapi berjam-jam. Bahkan pernah berhari-hari. Tapi pemadaman
bergilir ini kemudian membuat saya harus memindah-mindahkan ASIP beku dari satu
kulkas ke kulkas lain. Jika listrik di rumah tante saya padam, ASIP akan di
bawa ke rumah tante saya lainnya. Begitu seterusnya. Perjuangan agar A bisa
tetap menyusui. Pulang dari Ambon, saya membawa pulang cooler box yang penuh
berisi ASIP beku. Sayangnya petugas bandara di Ambon kala itu belum memahami
ASIP beku sehingga kami harus berdebat bahwa botol kaca ini memang berisi ASIP.
Dengan berjalannya waktu, saya
masih tetap menyusui. Bahkan terpaksa kejar setoran karena A banyak minum ASIP.
Padahal setiap di kantor saya memerah hingga lima botol. Bahkan puasa pun saya
masih tetap mampu memerah 3-4 botol dalam sehari saat bekerja. Teman-teman pun kerapkali menjadikan saya sebagai tempat curhat apabila mengalami kesulitan memberikan ASI. Bahkan teman kerja pria juga bertanya kepada saya jika istrinya mengalami kesulitan memberikan ASI.
Februari 2011 saat A berusia
1,5 tahun, saya mengalami kecelakaan yang menyebabkan kaki saya patah sehingga
harus di operasi. Saat melihat saya terbujur di tempat tidur dalam kondisi yang
menyedihkan, A sempat tak mau mendekat ke saya. Usai operasi, saya memerah ASI
dan memberikan ASI perahan itu kepada A. Tanpa berkonsultasi dengan dokter.
Saya lupa bahwa ASIP saya mungkin masih mengandung obat yang digunakan untuk
operasi. Anak saya itu pun diare. Sesampai di rumah, ia sama sekali tak mau
menyusui langsung.
Senyumnya bikin gemes |
Sakitnya ditolak A karena ia
tak mau menyusui teryata lebih sakit dari luka yang saya alami. Saya depresi.
Harapan saya agar ia dapat menyusui hingga dua tahun tak dapat saya penuhi
akibat kecelakaan yang saya alami. Saya benar-benar sedih. Setiap malam saya
menangis sehingga dokter selalu datang saat malam untuk menanyakan apakah
tangis saya karena luka kecelakaan atau ada penyebab lain. Saya tak bisa menjawab
pertanyaan itu dan hanya bisa menangis.
Pulang dari rumah sakit, saya
selalu menangis. Teman dan kenalan yang berkunjung tiada henti menguatkan hati
namun tetap saja saya merasa sebagai orang yang gagal. Saya tak bisa melakukan
semuanya sendiri. Saya hanya bisa mengajak A bermain di tempat tidur. Lama kelamaan, saya
mulai berdamai dengan keadaan. Saya menerima bahwa saya tak bisa menyusui A
hingga dua tahun. Saya yakin perjuangan saya selama ini untuk memberikan ASI tak sia-sia.
Perjuangan untuk menyusui,
membuat saya kemudian bergabung dengan Asosiasi Ibu Menyusui (AIMI) untuk
mensosialisasikan manfaat menyusui. Tahun 2012 bersama organisasi
profesi, membuat survey kantor media yang memiliki fasilitas ruang
menyusui. Kami survey dan wawancara dengan 21 perusahaan media di Jakarta. Dari 21 kantor media, hanya lima perusahaan media yang memenuhi kriteria standar tempat menyusui. Padahal menyusui juga membutuhkan dukungan dari tempat bekerja. Ini diatur dalam Pasal 128 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Pada ayat 3 disebutkan 'Penyediaan fasilitas khusus diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Peraturan Menteri Kesehatan No 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.
Data dari International Labour Organization (ILO) Jakarta Tahun 2015 menyebutkan dari 142 perusahaan yang termasuk dalam daftar Better Work Indonesia (BWI) hanya 85 perusahaan yang memiliki ruang ASI. Sedih ya ...
Pengalaman menyusui membuat
saya belajar banyak hal. Semua itu tak bisa dilakukan semudah membalikkan
telapak tangan. Butuh perjuangan untuk dapat menyusui dan tentu saja dukungan dari berbagai pihak. Walaupun Pekan ASI Dunia telah lewat, tapi saya ingin berbagi beberapa tips untuk menyusui berdasarkan pengalaman saya.
Percaya
Diri
Percaya diri adalah kunci untuk
dapat menyusui. Saya sendiri merasa jika ibu lain bisa menyusui, maka saya pun
pasti bisa. Kalimat itu selalu saya ingat-ingat dalam pikiran saya untuk
berusaha selalu menyusui. Kalaupun merasa kesulitan menyusui, jangan patah
semangat. Tetap berusaha untuk mencapai keinginan untuk menyusui. Percaya diri juga dapat didukung mengkonsumsi minum suplemen, sayuran atau makanan apapun yang mendukung produksi ASI.
Dukungan
Keluarga
Keluarga, terutama suami sangat
berperan dalam memberikan ASI. Saya bersyukur memiliki suami yang sangat
mendukung. Bahkan menggerjakan tugas-tugas rumah tangga saat saya sama sekali
tak bisa membantu akibat kelelahan yang tak jelas penyebabnya. Suami pula yang
mau bercapek-capek mencari sayuran yang dipercaya dapat meningkatkan ASI. Pijatan di punggung juga merupakan salah satu bentuk dukungan suami untuk ibu menyusui.
Teruslah
Menyusui
Dengan semakin sering menyusui
langsung, produksi ASI akan terus menerus bertambah. Menyusui akan merangsang
produksi ASI. Saya seringkali menyusui sambil menonton televisi, mendengarkan
musik, membaca buku bahkan sambil mengetik laporan. Perbanyak membaca buku yang mendukung pengetahuan ASI agar semakin percaya diri untuk selalu menyusui.
Dukungan Tempat Kerja
Bekerja di kantor yang memiliki fasilitas tempat menyusui tentu sangat menyenangkan. Ada ruangan khusus untuk bisa tetap menyusui, menyimpan ASIP sehingga dapat menyusui hingga dua tahun. Sayangnya walaupun sudah ada aturan untuk ruang menyusui tapi masih kurang perusahaan yang memiliki fasilitas ruang menyusui.
*Tulisan ini diikutsertakan untuk Give Away DuniaBiza.com
Sungguh menginspirasi, membuat saya semangat meng asi.
Reply DeleteAlhamdulillah. Semangat ya mba :)
Reply DeleteNaluri ibu selalu ingin berikan yg terbaik. ASI memang yg terbaik untuk bayi.
Reply DeleteSelalu berupaya yang terbaik ya mba :)
Reply DeleteSuper sekali Mbak, atas upayanya.
Reply DeleteAlhamdulillah mba Intan :)
Reply DeleteMakasih ya mba
perjuanganmuuu mbaaakk, kereenn, salut bgd sm ibu karir yg ttp bs menyusui si kecil
Reply DeleteAlhamdulillaaah mbaa
Reply DeleteSenag walaupun belum maksimal :)
Alhamdulillah, asalkan ada usaha pasti akan ada hasilnya nanti. Sempat terharu bacanya, inspiratif sekali mbak.
Reply DeleteMakasih udah share ^_^
Terima kasih.
Reply DeleteSemoga membantu ibu menyusui yang lagi berjuang memberikan ASI :)
Wah, merah ASI hanya pake tangannya saja bisa sebanyak itu ya, mbak. Padahal saya kalo pake tangan hanya keluar dikit. Emang berat kalo merah ASI di toilet. :)
Reply DeleteKuatir ribet kalau pakai alat, mba. Makanya pakai yang praktis aja :)
Reply DeleteWah perjuangannya patut diacungi jempol Mba. Dukungan keluarga menurut saya paling besar Porsinya mba
Reply DeleteAlhamdulillah dukungannya luar biasa :)
Reply Deletemakasih yaa.
Jadi terharu bacanya mbak, perjuangannya luar biasa^^ Allah memang adil ya mbak, suami yg mendukung adl anugerah tersendiri.. Jadi referensi nanti kl sdh waktunya menyusui :)
Reply DeleteSmoga membantu ya, mba Prita :)
Reply Deleteterima kasih
Saya selalu yakin, setiap Ibu istimewa, apapun cara melahirkannya, Ibu tetap berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan bush hati nya. Demikian juga dengan Menyusui, apapun rintangannya setiap Ibu pada dasarnya ingin memberikan makanan terbaik bagi anak yg dilahirkannya yaitu ASI. Saya jadi ingat saya pernah baca di internet, bahwa bahkan setetes air susu Ibu tidak akan pernah bisa kita balas. Indahnya perjuangan pada Ibu.
Reply DeleteBener sekali, mba Rodame :)
Reply DeleteTerima kasih
Luar biasa perjuangan ngASI-mu Mbak, insyaAllah ya dihitung ibadah :D
Reply DeleteAlhamdulillaah. Aamin. Makasih mba April ;)
Reply DeleteJadi sang suami jago masak yaaaa hehehe
Reply DeleteIyaa dungss :)
Reply Deletekantor ku mendukung untuk busui mbak, tersedia kulkas di kantor, btw aku juga cesar cuma alhamdulillah ASI langsung ada meski dikit, yang penting optimis ya mbak
Reply DeleteAlhamdulillah kalau mendukung ya mba :)
Reply Deleteoowh baru tahu, berarti kalau kita minum obat itu gak baik ya ngasi ASI ke bayi.. makasi infonya mba
Reply DeleteWaktu itu saya operasi mba. Jadi mungkin ada kandungan obat tak bisa diterima perut anakku :)
Reply Deletenasibnya sama mbak..cuman klo anakku mau nenen lg..
Reply Deleteibu yg habis di rawat di rumah sakit pasti dijauhin anaknya..entahlah..mungkin dia pangling sama kita..
padahal obatnya paling mujarab tuh si baby..tombo kangen..semua sakit jadi baikkan.. ya kan mbak
Anakku nggak di jauhin, mba. Dia pas lihat keadaanku malah nggak mau dekat. Kan jadi sedih ya :(
Reply Deletebeneran tombo kangen mbaaa
Luar biasa Mbak perjuangannya.
Reply DeleteSemoga akan semakin banyak ibu yang sadar akan pentingnya ASI, dan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikannya pada anaknya ya, Mbak..
Aamiin
Reply DeleteMakasih ya mba Dian :)
Kereeen, salut sama perjuangannya mba.. apalagi busui sekaligus wartawan yg kerjanya gak office hour.. tmn2nku banyak jg yg wartawan dan hrs brjuang keras buat asix, bahkan ada yg sampai resign demi itu karna stoknya gak cukup.. terharu bgt aku klo ada crita2 kyak gini.. :)
Reply DeleteIyaa mba Dita. Perjuangan banget kalau tempat kerjanya pindah2 kayak jurnalis ;)
Reply DeleteMakasih ya mba
keren mba, salut selalu sama perjuangan ibu
Reply DeleteMakasih, mba ;)
Reply Deletewaaah... perjuangan yang berat ya agar bisa terus memberikan ASI. ASI saya dulu kalo diperah gak bisa keluar, akhirnya saya siasati utk bolak balik rumah -kantor
Reply Deleteperjuangan seorang ibu memang tidak mudah ya mba Santi. Tapi demi anak harus semangaat :)
Reply Deletesalut dengan perjuangannya, Mbak. :)
Reply DeleteAlhamdulillah
Reply DeleteMakasih mba ;)
Perjuangannya keren mba... dukungan lingkungan dan keluarga turut menjadi penentu ya mba....jumlah perahannya luar biasa padahal pakai tangan...
Reply DeleteAlhamdulilah mba Ira. Semangat kalau demi anak, mba
Reply Delete