Kudus, 7 Juli 2016.
Tok..tok.. tok ...
Tiga
kali ketukan di pintu tak membangunkan penghuni rumah. Saya melihat jam yang
melingkar di tangan. Ah, pukul 03.00 WIB. Pasti penghuni rumah masih tertidur
pulas. Setelah menempuh perjalanan 12 jam dari Jakarta, akhirnya kami tiba di
Kudus, Jawa Tengah. Disinilah, kampung halaman suami saya. Berkunjung ke Kudus
menjadi rutinitas kami setiap tahun. Kecuali tahun lalu karena seluruh keluarga
berkunjung ke Jakarta.
Ketukan
pintu rumah pun di lakukan lagi. Kali ini, berhasil. Adik ipar saya, Mba Tun,
membuka pintu rumah. Saya melihat masih ada kantuk di matanya, tapi senyumnya
menghiasi wajah. Kami saling bersalaman dan berpelukan. Terdengar bunyi pintu
kamar terbuka, Mae, mertua tercinta saya muncul. Saya melihat tubuhnya yang
semakin kurus. Sakit yang dialami saat puasa teryata membuat berat badannya
menurun drastis. Mae berjalan perlahan dibantu sebuah tongkat. Tongkat yang
terbuat dari batang pohon kering membantunya melangkah kaki secara perlahan.
Bergegas, saya dan suami membantu Mae duduk di samping kami.
Kudus di malam hari. Sumber foto : Yusuf Nugroho |
Tubuh saya dipeluk. Pipi saya dicium kiri dan kanan. Saya mencium tangannya. Ada rindu dan sayang yang terasa. “Maafkan saya ya, Mae, jika saya ada salah kata atau perbuatan yang entah sengaja atau tidak menyakiti hati Mae. Mohon maaf ya, Mae,” saya hanya mampu mengatakan kalimat itu sambil mencium tangannya. “Ya, nduk. Maaf-maaf juga kalau Mae ada salah,” kata Mae kepada saya. Tangannya membelai kepala saya perlahan.
Mae
adalah mertua yang tak pernah membedakan antara menantu dan anak. Semuanya di
sayang dengan kasih sayang berlimpah. Saya masih ingat dua tahun lalu saat
berlebaran, kami semua (anak dan menantu) diberi hadiah. Bagi perempuan di
berikan cincin sedangkan anak laki mendapat sarung. Ah, Mae ... Semoga Allah
selalu memberikan kesehatan padanya. Aamiiin ....
Setelah
itu muncul suami dari adik ipar saya. Kami memanggilnya, Om Jae. Mae kemudian
bertanya banyak hal. Dan saya, tentu saja, sangat antusias menjawab berbagai
pertanyaan yang diajukan. Saya juga bertanya tentang kesehatannya. Usai shalat
Subuh berjamaah, kantuk muncul tak tertahankan. Dan, kami pun tertidur pulas.
Sepanjang
hari, kami menghabiskan waktu di rumah. Kudus saat siang, terasa panas
menyengat. Kipas angin seolah tak mampu membantu meredakan panas yang terasa.
Namun panas tak menghalang orang datang ke rumah untuk bersilaturahmi dengan
Mae. Secara bergantian, orang datang. Ada yang datang sendirian, ada yang
datang bersama keluarga. Ada pula yang datang berkelompok yakni teman-teman
pengajian Mae. Meskipun usianya tak lagi muda, Mae selalu rajin datang di
berbagai pengajian. Kebaikan hatinya juga membuat Mae menjadi sosok yang diberikan
kepercayaan untuk menjadi tumpuan untuk bertanya.
Sebagian tamu yang hadir |
Malam
hari di Kudus, udara terasa lebih sejuk. Kami memilih menikmati malam di depan
rumah. Duduk bersama-sama sambil ngobrol tentang apapun. Lebaran menjadi tempat
pelepas rindu yang selama ini terpendam.
Lebaran Ketiga.
Jumat, 8 Juli 2016
Pagi
itu, kami sekeluarga bersiap diri lebih awal. Usai shalat Subuh berjamaah semua
bersiap. Saya dan adik ipar menyiapkan makanan untuk sarapan. Sedangkan yang
lain ada yang menyapu, memandikan anak, dan lain-lain. Usai masak, sarapan pun
tersedia. Sarapan sederhana berupa nasi hangat, sambal dan ikan asap, terasa
lezat. Adik dan kakak ipar yang tinggal di Kudus, datang menghampiri kami. Hari
itu, kami sekeluarga menghadiri halal bihalal keluarga besar suami. Kegiatan
ini adalah agenda tahunan keluarga dan dilaksanakan setiap hari ketiga lebaran
Idul Fitri. Pelaksanaan tempat halal bihalal bergantian berdasarkan silsilah
keluarga. Misalnya dilaksanakan di rumah anak pertama, anak kedua dan
seterusnya. Kemudian dilanjutkan cucu pertama dari anak pertama, cucu pertama
dari anak kedua dan seterusnya. Tak semuanya mendapat giliran tempat
pelaksanaan halal bihalal. Hanya anak atau cucu yang telah menikah saja yang rumahnya
menjadi tempat pelaksanaan halal bihalal.
Tahun
ini adalah kali ke 22, pelaksanaan halal bihalal keluarga besar. Pukul 7 pagi,
kami sekeluarga menuju rumah sepupu. Kami memanggilnya Mba Um. Ia adalah cucu
ketiga dari anak ketiga. Saat kami tiba, puluhan orang sudah hadir. Sebagian
besar keluarga besar yang rumahnya di Lampung, Jakarta dan Yogja hadir. Terdengar
lantunan ayat-ayat suci Al Quran.
Siapin makanan babak kedua |
Bapak-bapak asyik makan |
Usai
lantunan ayat-ayat suci Al Quran kemudian dilanjutkan pembacaan sari tilawah. Mas
Kholid, sepupu suami, kemudian memberikan ceramah tentang makna pulang. Sambil
mendengarkan ceramah, saya asyik bermain bersama keponakan dan anak. Salah satu
keponakan, Dek R, lagi keasyikan selfie dengan tongsis barunya. Alhasil, kami
pun asyik selfie berdua. Sedangkan A dan Mba F asyik mengunyah makanan ringan
yang disajikan tuan rumah. Pada halal bihalal itu pula kami mendapat informasi
apakah ada salah satu anggota keluarga ada yang sakit, menikah ataupun
melahirkan. Nama-nama anggota baru kemudian diumumkan kepada kami. Salah satu
informasi terbaru yakni pernikahan salah satu anggota keluarga di Bali.
Setelah
makan siang, acara kemudian dilanjutkan dengan halal bihalal. Pas sesi inilah
saat yang paling mengharukan. Mertua dan adik-adiknya berdiri sesuai urutan
kelahiran. Setelah itu dilanjutkan dengan anak, cucu hingga cicit. Tangis
sesekali terdengar saat secara bergantian menyalami sesama saudara. Namun
tangis kemudian berganti tawa dan senyum saat kami saling bergantian melempar
canda dan tawa. Saya dan keluarga besar bersyukur dapat berkumpul setiap tahun.
Pertemuan ini, walaupun dilaksanakan setahun sekali namun mampu merekatkan
persaudaraan. Pertemuan halal bihalal ini adalah salah satu kegiatan saat
lebaran yang menyenangkan.
Halal bihalal |
Pulang
dari halal bihalal, kami mampir ke rumah adik ipar. Di sana, kami beristirahat
dan menikmati makan bakso dan cemilan-cemilan lainnya. Lebaran selalu penuh
dengan makanan-makanan enak. Hihiii ...
Lebaran Keempat.
Sabtu, 9 Juli 2016
Kali
ini giliran rumah mertua yang dipenuhi tamu teman-teman sekolah adik ipar saya.
Sejak pagi, kami sibuk menyiapkan berbagai persiapan untuk makan. Menunya
sederhana tapi menggugah selera. Bakso dan es buah. Setelah membantu menyiapkan
dan membagi-bagikan makanan, saya pun berkumpul bersama suami dan mertua. Kami
duduk di ruang tengah dan berdiskusi tentang isi buku Islami yang sengaja saya
bawa dari Jakarta. Saya bertugas membacakan sepenggal isi buku berdasarkan
tema. Kemudian suami dan mertua yang mengkaji berdasarkan sudut pandang dan
pengetahuan agama yang mereka kuasai. Diskusi demi diskusi berlangsung tak
terasa hampir satu jam.
Malamnya,
kami menyempatkan makan ‘Sop Kudus Pak Suparman’ yang menjadi langganan
keluarga yang terletak di Jalan KH Wahid Hasyim, Kudus. Sudah hampr 15 tahun,
Pak Suparman, pemiliknya, berjualan. Ada dua menu yang ditawarkan di sana yakni
Sop Kudus dan sate kerbau. Hanya saja, kami datang terlambat, jadi hanya Sop
Kudus yang tersisa. Sate Kerbau telah ludes. Dalam sehari, Sate Kerbau mampu
terjual hingga 400 tusuk. Tapi saat lebaran, ribuan Sate Kerbau yang disiapkan habis
tak tersisa.
Ya kan .. enak kan Sop Kudusnya ... |
Saya
suka sekali Sop Kudus. Rasanya nikmat saat dikonsumsi saat panas. Sop Kudus ini
biasanya disajikan di sebuah mangkuk kecil. Saya sih selalu nambah jika makan Sop Kudus. Harganya pun
terjangkau yakni Rp 12 ribu untuk satu porsi. Mampir ke Kudus tanpa makan Sop
Kudus Pak Suparman tampaknya ada sesuatu yang kurang. Lidah saya selalu lebih
cocok makan Sop Kudus ini dibandingkan Sop Kudus lainnya.
Lebaran Kelima.
Minggu, 10 Juli 2016
Cuaca
di Kudus, masih saja panas. Bahkan terasa menyengat. Namun salah satu yang saya
sukai dari panasnya Kudus adalah,
jemuran baju cepat kering. Hihiiii ... Ya, sebagai emak-emak, saya lebih
membawa pulang baju bersih dibandingkan baju kotor. Sore harinya, kami
sekeluarga datang ke rumah saudara yang rumahnya berjarak tiga kilometer dari
rumah mertua.
Setelah
ngobrol ngalur-ngidul, kami kemudian
melanjutkan perjalanan silaturahmi ke rumah sahabat saya. Saya memanggilnya,
Mas Mujib. Ia adalah rekan kerja saya sejak tahun 2005 sata masih di Surabaya,
Jawa Timur. Saat pindah ke Jakarta, kami masih berada di kantor yang sama.
Tahun 2013, kami sama-sama keluar dari perusahaan lama. Saya memilih tetap
berkarir di dunia jurnalistik, ia memilih menjadi wiraswasta. Bertemu dengan keluarga
membuat kami berdiskusi banyak hal. Termasuk tentang perekonomian yang
menurutnya semakin melemah sehingga menganggu bisnis yang ia tekuni.
Malamnya,
kami mencoba wisata kuliner dengan mengkonsumsi ‘Tahu Gimbal Telur’. Saya masih
terbayang nikmatnya makan tahu gimbal telur. Apalagi saat dikonsumsi pedas. Mmh
nikmatnya. Hanya saja, penjual langganan sudah pindah. Alhasil, kami pun
memilih makan di salah satu pedagang kaki lima yang menjual tahu gimbal telur.
Makanan ini adalah makanan yang merupakan campuran tahu dan telur kemudian
ditambahkan gimbal (peyek udang). Saya memilih makan dengan lontong. Mas F
memilih mengkonsumsinya dengan nasi. Ya, ada dua pilihan yakni pilih nasi, atau
lontong. Kami makan di selembar tikar yang digelar di trotoar jalan. Hanya
saja, tahu telur gimbal pesanan kami malam itu, tak seenak yang kami inginkan.
Tiba
di rumah, kami melanjutkan diskusi dengan mertua dan adik-adik ipar. Suasana
tawa terdengar walaupun malam telah larut. Namun sesekali, tawa dan obrolan
kami terhenti saat tamu tiba. Hingga pukul 10 malam, tamu Mae datang tanpa
henti. Mereka duduk ngobrol dengan Mae tentang banyak hal. Ada tamu yang sudah
hampir lima tahunan tak datang, kini datang berkunjung ke rumah Mae seolah
melepas rindu. Meskipun dalam keadaan lemah dan sakit, Mae tetap menerima
kedatangan tamu dengan senang hati dan penuh senyum. Tak tampak kelelahan di
wajahnya.
Saat
saya meminta ijin untuk pamit kembali ke Jakarta pada besok subuh, Mae tampak
sedih. “Kenapa cepat sekali?,” kata Mae. Saya katakan waktu cuti saya telah
selesai sehingga Selasa, 12 Juli sudah harus kembali bekerja di Jakarta. Mae
memeluk saya.
Lebaran Keenam.
Senin, 11 Juli 2016
Seluruh
barang yang hendak di bawa ke Jakarta telah masuk ke dalam mobil. Mae
membawakan kami beraneka jenis makanan. Mulai dari biskuit, kue-kue kering
hingga kerupuk. Mae selalu membawakan oleh-oleh bagi kami. Baginya, ini bentuk
kasih sayang dan kepeduliannya kepada keluarganya.
Kembali
ke Jakarta, membawa rindu yang belum selesai dituntaskan. Lebaran di Kudus,
selalu memberikan kesan terbaik di hati saya. Bersilaturahmi dengan keluarga, bertemu sahabat lama hingga wisata kuliner, selalu memberikan kesan bagi saya. Kota kecil itu seolah selalu
memanggil saya untuk selalu berkunjung. Dan setiap kali berkunjung, selalu membawa
cinta dan rindu untuk keluarga ...
Seru ya kalau lebaran btw di rumahku malah kalau lebaran lg kumpul gt ngobrol Ama ibu Ama mbak mas bisa sampe jam 2 pagi.... Ha-ha-ha gak kerasa tau tau jam 2 adaaaaaa aja yg diobrolin
Reply DeleteKarena banyaak banget yang di obrolin yaa, mba. Hihii
Reply DeleteWahhh asik bgt tulisannya mba..btw, saya ngeces liat foto2 makanannya.haha..salam kenal ya mba
Reply DeleteHallo mba Gena. Salam kenal juga. Iya sop Kudus emang enak banget :)
Reply DeleteWahhh asik bgt tulisannya mba..btw, saya ngeces liat foto2 makanannya.haha..salam kenal ya mba
Reply DeleteHallo mba Gena. Salam kenal juga. Iya sop Kudus emang enak banget :)
Reply DeleteSoto dengan sop kudus ternyata beda tah mb, aku klo sopnya blom pernah
Reply DeleteBeda mba. kalau sop Kudus nggak ada sayuran kayak tauge dll. Ini seger mba ;)
Reply DeleteSop kudusnya memang keliatan menggoda mbak :)
Reply DeleteOh iya, mbak dapat hadiah cincin trus yang pria dapet sarung? Kok nilainya jauh banget ya mbak..hi..hi..
Eh..jangan dilihat harganya tapi keikhlasan untuk berbaginya ya Mbak :)
Selalu pengen nambah kalau lihat sop Kudus, mba. Haha iyaa ya. Aku mah senang mba karna dapat cincin. Suamikujuga senang karena dapat sarung. Alhamdulillah :)
Reply Deletesoto kudus, ama sop kudus itu beda ga mbak? kalo di jkt kan yg banyak dijual soto kudus tuh... soalnya dari segi penampakan kok rada mirip ya... soto kudus langgananku ada di pondok indah dulunya, depan mesjid pd indah.. enak bgt dan udh jualan lama, cuma kaki lima. tapiii kmudian digusur dan aku g tau pindah kemana :(..
Reply Deletebelum prnh ke kudus nih, pdhl ada om yg tinggal di sana.. apalagi g jauh dari solo, ttp aja ga kesampaian mulu
Mba Fanny awalnya ya aku pikir sama ya. Tapi penampakannya juga beda. Sayangnya aku nggak sempat poto yang soto Kudus. Hayuk mba mampir ke Solo bisa wista kuliner :)
Reply DeleteLihat tahu gimbal telur jadi ngiler mbak..belum pernah nyobain, di Jakarta ada nggak ya?
Reply DeleteKalau menurutku agak mirip tahu ketupat Magelangan. Menurtuku loh mba Tuty :p
Reply DeleteSaya pernah ke Kudus, tapi ke daerah pesisir. Lupa namanya. Yang saya inget cuma mampir di pom terus langsung ke tujuan di pesisir, habis itu pulang lagi. Motoran dari Jogja. Padahal ada Soto Kudus di sana ya, saya juga pengen liat langsung Menara Kudus itu. Sekalian ziarah. Maybe next time :)
Reply Deletehai mas. Iyaa sayang ya nggak mampir wisata kuliner :). Smoga bisa mampir ya mas :)
Reply DeleteWah, lengkap banget mba..cerita lebarannya. Seru ya,
Reply DeleteAlhamdulillah. Makasih mba :). Iyaa seru banget
Reply Deleteaduh makanannya bikin ngiler, seru banget lebaran bersama keluarga ya mbak.
Reply DeleteApalagi pas panas-panas, mba :)
Reply Deleteaku juga suka banget sop kudussss mbak, aduh jadi ngiler.semoga seluruh keluarga sehat yah :)
Reply Delete*toss8. Amiin. Makaasih mbaa ;)
Reply DeleteCara makan soto kudus gitu ya Mbak..nasi dicampur di dalamnya?
Reply DeleteIyaa, mba. Penyajiannya langsung seperti itu :)
Reply Deletesaya belom pernah nyobain sate kerbau itu :3
Reply Deletebelom pernah ke kudus sih XD
Nyoba yuk sekali-sekali ya mba ;)
Reply DeleteSerunya cerita Lebaran sambil mudik ke kampung halaman. Tahun ini aku nggak bisa mudik, jadi kangen mudik. Btw, aku penasaran pengen nyicipi sate kerbau dan nasi sopnya mbak. Tapi kapan bisa sampai ke Kudus. :D
Reply DeleteInsyaAllah moga tahun depan bisa mudik ya, mba :). Trs bisa makan sate kerbau dan nasi sop Kudus ;)
Reply DeleteSuka iri sama yg masih punya ibu mertua krn ibu mertuaku almarhumah juga baik banget & hangat orangnya. Aku selalu suka cerita Lebaran dari kampung halaman, dimana kemanusiaan kita tampak sangat nyata.
Reply DeleteIya alhamdulillah ibu mertua baik-baik ya mba. Alhamdulillah. Aku suka kalimat mba nih 'kemanusiaan yang sangat nyata' :)
Reply DeleteSamaan, Mbak, saya juga juga susah mengingat nama, apalagi wajah orang (keseringan dimirip-miripkan) hehe
Reply DeleteHihii tapi aku selalu berusaha mengingat nih mbaa :p
Reply Deleteowalaahh kudus to.. deketan dari semarang lah. kapan2 kalo mudik ketemuan yuk sekalian pengen ngincipin sate kerbau
Reply DeleteAmiin, mba Muna. Iyaa aku malah belum mampir ke kota Semarang :)
Reply Deletewaah sate kebo..kayak gimana tuh mba?
Reply Deleteklo soto kudus suka mbaa..
klo ada acara di kantor suka pesen soto kudus plus beragam sate2annya
Hampir sama sih mba Ophi. Tapi ini nggak ada kubis aja atau tauge :)
Reply DeleteAku penasaran sama rasa sate kerbau kayak apa, nggak kebayang rasanya. Kalo soto kudus sih beberapa kali pernah nyobain walau bukan di Kota Kudus.
Reply DeleteRasanya maniss, mbaaa Dewii ... Hihii
Reply Deletemae baek bener ya mbk, smoga beliau snnyiasa diberikn kesehatan ya mbk amiiinnn...
Reply DeleteAlhamdulillah mba Inda :)
Reply DeleteAmin doanya. Makasih ya mba
Kalau dengar nama Kudus yang einget Sunan Kudus.
Reply DeleteSenang ya ada halal bihalal keluarga besar, jadi mengenal semua :D
Btw pensaran sama rasa soto kerbau...
Maeenlah ke KUdus, mba. Dari Surabaya langsung ke KUdus aja sebelum ke Jakarta. Hihii
Reply Delete