Perkenalkan, Mbah Jangkung
Namanya Harjo Sukarto. Tapi tak seorang
pun di lingkungan rumah saya mengenal nama itu. Warga lebih mengenalnya dengan
nama, Mbah Jangkung. Ia, dipanggil Mbah Jangkung karena tingginya yang mencapai 180
centimeter. Ditambah lagi posturnya yang kurus membuat tubuhnya menjulang.
Usianya tak muda lagi. Tahun ini ia berusia 77 tahun. Namun ia masih terlihat
sehat dan bugar. Sehari-hari, ia memiliki ‘seragam’ kesayangan yakni celana
hitam dan kemeja berkancing berwarna hitam atau berwarna putih yang warnanya
semakin memudar. Sebuah topi bermotif loreng selalu digunakan. Terkadang,
ia bertelanjang dada saat berkebun. Kulitnya hitam pertanda kerap terpapar sinar matahari. Saya mengenalnya sejak tahun 2010 saat
pertama kali pindah di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Mbah Jangkung adalah
petani merangkap penjual sayur-sayuran yang berada di kawasan tempat saya
tinggal.
Sehari-hari, mbah Jangkung mengolah tanah
milih warga. Tanah itu kemudian disulap menjadi kebun sayur yang di kemudian
hari berguna bagi masyarakat. “Kalau saya nggak
kelola, tanah menjadi tak terawat dan penuh dengan ilalang,” kata Mbah
Jangkung. Saya mengira, apa yang dilakukan adalah benar. Ia mengelola tanah
warga dengan sepengetahuan dan izin pemilik tanah. Dan ia pun membayar sewa
tanah yang ia kelola. Tanah yang diolah kemudian tumbuh menjadi sayur mayur
berwarna hijau tertata rapi sehingga sedap dipandang. Apabila tanah itu ‘menganggur’,
bisa jadi malah menjadi tak terawat dan bisa menjadi rumah bagi hewan-hewan penganggu.
Aih, membayangkan saja sudah membuat bulu kuduk saya berdiri.
Di tangan, Mbah Jangkung, tanaman yang
ditanam beragam. Mulai dari kangkung, bayam, kemangi, cabe hingga pohon pisang.
“Kalau mau sayur, ambil saja,” kata Mbah Jangkung. Tawaran Mbah Jangkung ini
bukan berarti membuat orang memetik seenaknya tanpa membayar. Saya misalnya,
kalau ingin memasak sayur tak perlu berjalan jauh. Cukup berjalan kaki, menyebutkan
jenis sayuran yang diinginkan, mengambil sayuran yang dipetik Mbah Jangkung
kemudian membayar saat itu juga. Ya, Mbah Jangkung adalah penyelamat ketika
keinginan untuk memasak sayur. Siapa yang tak tergiur mengkonsumsi sayuran yang
dipetik langsung dari kebun?. Mengkonsumsi sayuran segar tentu bagus untuk kesehatan.
Terkadang Mbah Jangkung tak pernah mau
menerima uang. Pernah saya akan memasak sayur bayam bening untuk keluarga. Saya
kemudian berjalan menuju sawah dan bertemu Mbah Jangkung yang saat itu sedang
menyiran tanaman.
“Mbah, ada bayam cabut?,” kata saya.
“Ada, nak. Mau berapa banyak?,” kata Mbah
Jangkung
“Sedikit aja, Mbah. Buat makan semalam,”
kata saya
Mbah Jangkung kemudian memotong sayur dan
kemudian memberikan bayam yang jumlahnya sangat banyak. Saat saya mau memberi
uang, eh Mbah Jangkung menolak. Saya
kemudian memaksa memberikan uang namun ditolak. Setelah adegan tolak-menolak
itu terjadi, uang pun akhirnya berpindah ke tangan Mbah Jangkung.
Mbah Jangkung tergolong orang yang tidak
membatasi penggambilan sayur di kebun yang ia kelola. Ia mengijinkan warga
untuk mengambil sayur walaupun ia tak ada di kebun itu. Tapi selama ini,
apabila ada warga yang mengambil, mereka tetap membayar apabila bertemu Mbah
Jangkung. Dengan adanya ijin mengambil sayur ini, sebuah keberuntungan bagi
warga. Termasuk saya dan keluarga.
Saya masih ingat suatu malam, almarhum
mama mengatakan ingin memakan mie berkuah dengan sawi hijau. “Sudah lama mama
nggak makan mie kuah tapi pakai sawi,” kata mama kala itu. Waduh, dimana
membeli sayur malam hari pukul 9 malam?. Kalaupun ada, biasanya sudah layu.
Saya kemudian mengingat kalimat Mbah Jangkung untuk mengambil sayur jika
diperlukan. Dikarenakan mama yang susah makan dan kemudian ingin makan, saya
bersama mama pun ke sawah ditemani senter besar untuk memetik sawi. Kami
berjalan kurang dari 3 menit dan tiba di kebun sayur milik Mbah Jangkung. meter
Sawi pun kemudian diolah bersama makan mie berkuah. Keesokan harinya, apabila
bertemu Mbah Jangkung kemudian kami pun membayar.
Saya pun terbantu jika ingin memasak pepes dan
membutuhkan daun pisang, saya bisa mengambilnya di kebun Mbah Jangkung. Daun
pisangnya berwarna hijau dan berdiameter lebar sehingga terasa pas digunakan
untuk membungkus ikan yang akan dimasak menjadi pepes. Tak hanya itu saja, di
kebun Mbah Jangkung juga ditanam cabe. Cabe-cabe yang ditanamnya merah
menggoda. Daripada repot-repot membeli cabe di warung, saya lebih memilih
memetik cabe dari kebun Mbah Jangkung.Terkadang, Mbah Jangkung menawari pisang
matang yang dipetik dari kebunnya. Saya pun tak melewatkan kesempatan membeli
pisang dari Mbah Jangkung.
Saudara saya yang tinggal di Sawangan, Depok, Jawa
Barat bahkan kerap datang ke tempat tinggal saya dan membeli bayam segar dan
kemudian di olah menjadi keripik bayam. Jika ada saudara yang datang, saya pun
kerap menawarkan oleh-oleh berupa sayuran segar dari kebun Mbah Jangkung.
Tawaran itu tentu dianggap sebagai tawaran menarik.
Sudah sejak tahun 1980-an, Mbah Jangkung sudah
mengolah tanah yang berada di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Kepada
saya, ia bercerita pada mulanya ia hanyalah orang yang mengambil sayur dan
menjual kepada warga. Sayur-sayur itu ia ambil dari petani yang mengolah tanah
warga. “Tapi saya ingin juga bisa belajar menanam sayur,” katanya. Secara
otodidak dibantu petani, ia kemudian belajar menanam sayuran. Mulai dari menyebarkan
benih, menyiram sayur, mengusir hewan penganggu, dan sebagainnya. Ia menjadi
pengamat dan kemudian langsung mempraktekkan apa yang dipelajari.
Tanaman pertama yang ia tanam adalah singkong, jagung
dan kemudian ubi, kentang dan kacang tanah. Mbah Jangkung kemudian menanam
sayur-sayuran. Tahun berganti, tanah yang diolah Mbah Jangkung menjadi lebih
subur, sayurannya lebih hijau dan beraneka ragam sayuran pun tumbuh. Dahulu, di
tangan Mbah Jangkung, ia mengolah tanah seluas tiga hektar yang ia sewa sebulan
Rp 30 ribu kepada pemilik tanah. Mbah Jangkung bekerja keras menanam sayur
dann itu semua dilakukan setiap hari tanpa henti. Sayur hasil tanamannya
kemudian dijual oleh anak-anaknya dari rumah ke rumah. Selain itu, juga dijual
oleh pedagang sayur.
Kegiatan Mbah Jangkung sehari-hari |
Kerja kerasnya membuahkan hasil. “Alhamdulillah, hasil
penjualan sayur bisa buat beli rumah di kampung,” katanya bangga. Di kampung,
rumahnya di huni keluarganya. Ia memilih tinggal di gubuk yang terletak sekitar
60 meter dari kebunnya.
Kini, tanah yang dikelola sedikit demi sedikit telah
berganti menjadi bangunan rumah-rumah mewah. Hanya tersisa sekitar 600 meter
yang masih digunakan untuk menanam sayuran. Dengan ukuran tanah yang semakin
sedikit, pendapatannya pun semakin menurun. Uang hasil penjualan sayur masih
harus dikurangi untuk membeli bibit bayam sebesar Rp 30 ribu sebotol, bibit
kangkung Rp 25 ribu sebotol, sawi Rp 20 ribu sebotol dan bibit sayuran lainnya.
Jika hujan deras, sebagian tanamannya terendam hujan. Belum lagi sempat ada
hama ulat bulu yang merusak tanamannya. Jika ini terjadi, pendapatannya pun
semakin sedikit. “Sekarang yang penting buat makan saja sudah bersyukur,” katanya.
Mbah Jangkung, dengan keterbatasannya yang dimiliki, tak pernah mengeluh. Ia
masih bercerita penuh senyum dan tertawa lepas jika menceritakan masa jayanya
dulu.
Sebagai
Ibu Rumah Tangga merangkap pekerja swasta, saya tak perlu berjalan jauh jika
membutuhkan sayur mayur untuk kebutuhan keluarga saya. Apabila menginginkan
sayur, hanya dalam hitungan sekian menit, saya telah memperoleh sayuran segar. Oh
ya, Mbah Jangkung pula yang kerap menjaga rumah dan memberi makan ikan jika
saya sekeluarga mudik setiap lebaran. Bagi saya dan warga, Mbah Jangkung adalah
mass market yang membantu meringankan
pekerjaan. Membeli tanaman yang ditanam Mbah Jangkung, adalah bentuk
pemberdayaan untuk kehidupan Mbah Jangkung dan keluarganya.
Selain
itu, bentuk pemberdayaan yang dapat dilakukan adalah dengan menabung. Salah
satunya dengan menabung di Bank. Dari beragam informasi yang saya peroleh,
menabung di Bank bisa dapat memberdayakan mass
market seperti Mbah Jangkung. Saya kemudian tertarik untuk mengikuti
simulasi di www.menabungmemberdayakan.com.
Dengan mencoba simulasi ini, saya dapat mengetahui seberapa besar dapat
memberdayakan mass market.
Pertama,
saya login. Saya kemudian memasukkan nama, alamat email dan memilih bidang yang
memberdayakan. Saya memilih, culinary.
Kemudian, calon nasabah diminta untuk memilih jumlah dana dan jangka waktu
untuk menabung. Saya memilih untuk memasukkan dana Rp 1 juta. Angka ini menurut
saya proporsional dan tak terlalu memberatkan. Sedangkan jangka waktu yang saya
butuhkan untuk menabung selama lima tahun.
Saya penasaran, berapa dana yang dihasilkan. Teryata hasilnya di luar dugaan yakni sebesar Rp 68.354.259. Dana ini tentu ternilai besar dibandingkan jika hanya membiarkan dana mengendap begitu saja di rumah. Dengan menabung, dana tersebut dapat juga digunakan untuk modal usaha kelak.
Wah, saya juga tak sabar untuk mengenalkan simulasi ini kepada Mbah Jangkung. Jika ia menabung hasil yang diperoleh tentu menjadi lebih besar. Menabung di usia senja? Kenapa tidak. Bagi saya, tak ada kata terlambat untuk menabung. Selain itu, banyak juga contoh pelaku usaha yang masih tetap produktif di usia lanjut. Di usia lanjut seperti itu tidak hanya membutuhkan kehidupan sehat sejahtera agar lebih produktif. Namun juga dibutuhkan ketrampilan usaha dan pendampingan. Maka, menabung merupakan salah satu cara untuk memberdayakan sesama. Dengan menabung, mass market yang selama ini membantu kita, mendapat keuntungan. Salah satunya, Mbah Jangkung. Terima Kasih, Mbah Jangkung!
Di tempatku juga ada sosok seperti Mbah Jangkung ini. Tetap giat bekerja meski sudah tua.
Reply DeleteIya, mba. Katanya kalo nggak kerja jadi capek gitu. Mungkin karena sudah sering bekerja ya
Reply Deletewah patut diacungi jempol mbah jangkung ini, tapi justru dg bekerja hidupnya lebih berarti
Reply DeleteIyaa. Kalau ada yang prustasi hidup kayaknya harus belajar ama mbah Jangkung :). Makasih, mba
Reply DeleteKeren usaha mbah Jangkung, selain membantu warga juga membantu kelestarian lingkungan dg menanam :-D
Reply DeleteBetul. Apalagi skarang sudah jarang ya anak muda yang bertani, mas :)
Reply Deleteenak banget kalo deket kebun kaya itu ya cii... bisa langsung petik sayuran segar.. di tempatku adanya tukang sayur keliling :D
Reply DeleteIya Eda. Itu dulu pas di samping rumahku. Tapi samping rumahku udah dijadiin rumah. Tapi sawahnya deket banget ama rumahku. Orangnya juga baek :). Makasih, Ida :)
Reply DeleteSemoga Mba Jangkung senantiasa sehat dan dimudahkan segala urusannya.
Reply DeleteAmiin. Makasih, mba Ety :)
Reply Deletewah, asyik ya kalau bisa langsung dapat sayur segar begitu
Reply DeleteIyaa bener, mbaa. Lebih menyehatkan juga. Hehhe
Reply DeleteDi kampung halaman saya Purworejo, banyak juga petani kayak mbah Jangkung ini. Meski hasilnya sedikit, mereka tetap semangat bertani...
Reply DeleteYa, mba Skarang tak mudah ya mencari petani yang seperti itu :. makasih sudah mampir, mba
Reply Deletedi perkotaan kayaknya sudah jarang banget sosok seperti mbah jangkung ini ya? tapi di pasar rebo masih ada ya?
Reply DeleteAda, mbaa. Di daerahku masih ada. Perbatasan ama Depok, mba. Tapi dia nanam itu di Pasar Rebo :. Makasih mba
Reply DeleteIni di sekitar ps rebo mba? Sebelah mana ya? Tampaknya sudah padat semu. Semoga mbah jangkung diberikan rejeki terus ya mba 😊
Reply DeleteDi Kalisari, mba. Iyaa banyak yang mulai berubah menjadi pohon, mba :)
Reply DeleteKeren banget Mbah Jangkung. di usianya masih giat bekerja. Semangat Mbak :)
Reply DeleteYa. Yang masih muda harus banyak bersyukur tetap usaha mba. Biar nggak kalah ama mbah Jangkung :)
Reply DeleteAku juga punya tetangga tanam sayur begini, buat dijual di pasar. Tapi aku boleh ambil sesukaku, katanya. Nggak pernah kuambil juga sih, kasihan :)
Reply DeleteOh ya masing-masing ada aturannya kali ya, mba. Kalau ditempatku, biasanya di ambil trs bayar kalau ketemu Mbah Jangkung. Buat yang di sekitar :)
Reply DeleteWiih, mestinya si mbah ini cocok jadi foto model ya, tinggi menjulang gitu *model petani*
Reply DeleteHhahaa . Oh ya bener, mba. Bisa jadi model untuk usaha sampingan. Ini si Mbah pose sendiri. Hihii
Reply DeleteWih keren ya mbah jangkung ini..pasti orang disekitar terbantu banget kalo lagi butuh sayuran segar
Reply DeleteAlhamdulillah, Iyaa mba Agnes :)
Reply DeleteSaya sendiri juga terbantu :)
Mbah jangkung ini orangnya rajin dan dingin tangan. Alias kalau menanam sessuatu pasti jaddi gitu.
Reply DeleteKeren usaha nya ya, sampe bisa buat beli rumah hihi
Aku juga pernah dengar ada yang namanya ' panas tangan' dan 'tangan dingin' jika menanam, mba :) . Aku tergoolong 'tangan panas'. Nanam nggak jadi-jadi. Hihii
Reply DeleteMeski sekarang sudah menurun pendapatannya, tapi tetep semangat ya Mbak beliaunya. Salut :)
Reply DeleteAmiin! Makasih, mbaa :)
Reply DeleteSemoga mbah Jangkung diparingi kesehatan juga rejeki agar selalu menjadi tokoh inspirasi di kampungnya.Sukses untuk lombanya ya mbak
Reply DeleteIya, mba Chris. Amin. Makasih yaa :)
Reply Deletesalut sama Mbah Jangkung, usia tidak menjadi penghalang beliau untuk bekerja dan tetap produktif *jempol*
Reply Deletesemoga Mbah Jangkung selalu diberi kesehatan, amin..
Iya mba, Irawati. Amin. Makasih mba :)
Reply DeleteSalam buat mbah jangkung, kalo deket sama aku tak ajak ngeliwet sambil kita ngomongin budidaya sayuran mbak
Reply DeleteOh ya bener ya. Ntar harus kenalan tuh kapan2 ama mba Evrina :). Makasih, mba
Reply DeleteSalut sama orang yg tetap gigih bekerja meski usia semakin renta. Semoga selalu dilimpahi kesehatan utk beliau
Reply DeleteIyaa mba Siethi :). Amin atas doanyaa
Reply DeleteWah... bisa bebas ambil sayur sendiri.... baik hati sekali ya mbak. dan yang jelas orang yang ikhlas menerima rejeki. Salam kenal mbak.
Reply DeleteIyaa, mba Susindraa. Emang baik dan tak disalahgunakan pula oleh warga, mbaa :) Salam kenal kembali :)
Reply Deletewaaah baik banget Mbah Jangkung ... *terharu :') *
Reply DeleteIyaa , mbaa. Alhamdulillaah :)
Reply Deletekaya apotik..hi2.., kebun buka 24 jam... tapi bedanya bayar belakangan...
Reply Deletembah jakung kategori orang ikhlas... semoga hidupnya makin berkah..
sukses buat kontesnya...
Aamiin. Iyaa alhamdulillah ada yang ngerawat apotik hidupnya, mba. Amin doanya. Makasih mbaa :)
Reply Deleteluar biasa yah di jaman seperti ini masih ada yang bekerja gak pake itung2an
Reply DeleteAlhamdulillah. Emang baik, dan hasil yang ia peroleh pun terbaik, mas :)
Reply DeleteItu dijakarta masih ada kebun sayur gitu mba, paling salut sama orang2 kayak mbah jangkung itu, soalnya aku juga suka banget menanam :D
Reply Delete