Ini perdebatan
lama. Perdebatan usang. Selalu saja ada pertanyaan “Pilih mana. Jadi ibu
bekerja atau ibu di rumah atau ibu bekerja di rumah?” Sejak dulu saya memilih
sebagai ibu bekerja. Kenapa? Bukan karena saya tidak sayang kepada anak
sehingga saya memilih bekerja. Apa karena bekerja jadi tak sayang anak ? Oh
tidak. Saya bekerja karena ini pilihan saya dan disepakati bersama keluarga.
Walaupun saya bekerja, sejak dulu saya menghabiskan waktu dengan anak saat saya
di rumah. Pulang kerja mungkin capek, tapi capek itu reda saat melihat senyum
anak. Senyum itu reda saat memeluk anak dan mendengarkan ceritanya. Jika saya
bekerja, anak tak segan menelpon. Saya pun sebaliknya. Menelponnya untuk
sekedar bertanya apapun. Saat saya pulang kerja, dia selalu minta belajar
bersama, memeluknya saat dia hendak tidur. Untuk makan, saya sering menyuapnya,
menemaninya bermain dan selalu bersamanya.
Saat anak masih
kecil, dia pernah menangis saat saya pergi kerja. Saya memilih memeluknya,
menemaninya hingga tangisnya reda baru kemudian pergi kerja. Beberapa hari
lalu, saat saya berangkat kerja, Ayyas terbangun dan menangis pela. “Aku cuma
mau saya ummi,” tangisnya pelan. Saya memeluknya dalam tidur, menghapus air
matanya dan berkata “Nanti kita main lagi ya, dek. Ummi kerja dulu”. Sang suami
pun mengambil alih untuk menangani Ayyas. Inilah peran suami istri bekerja sama
mengasuh anak.
Ada teman saya
awalnya bekerja kemudian memilih berhenti kerja untuk menemani anaknya. Saya,
sebagai sahabatnya memeberikan dorongan semangat atas apapun pilihannya. Kita tak
berhak menghakimi ketika ada yang memutuskan bekerja atau tidak bekerja.
Bagi saya, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan jika memutuskan untuk memilih sebagai ibu bekerja
:
1.
Keputusan sebagai
ibu bekerja di ambil berdasarkan pilihan sendiri dan tanpa paksaan. Komitmen suami
sangat dibutuhkan jika memilih sebagai ibu bekerja. Suami saya sangat mendukung
langkah saya sebagai ibu bekerja
2.
Koordinasi
dengan suami jika ada urusan anak yang tidak bisa diselesaikan. Terkadang,
seorang ibu ingin mengerjakan urusannya sendiri. Ingin bisa masak, menemani
anak, bersihkan rumah, kerjakan semua urusan sendiri. Capek, bu jika memilih
seperti itu. Bagi tugas dengan suami agar urusan menjadi lebih mudah
3.
Jika libur
atau sudah di rumah, fokus menemani anak. Urusan kantor, tinggalkan di kantor.
Anak tentu butuh perhatian lebih. Janganlah fisik di rumah, tapi pikiran di
kantor
4.
Kantor
yang baik tentu mendukung peran kita sebagai ibu bekerja. Namun jangan
mentang-mentang sebagai ibu bekerja kemudian memilih keistimewaan dibandingkan
karyawan lain. Walaupun memang ada beberapa aturan dalam UU Tenaga Kerja yang
mengatur tentang Perempuan Bekerja
5.
Kerjasama dengan
sekolah terutama wali kelas sangat dibutuhkan. Jika ada pekerjaan rumah atau
catatan penting, bisa disampaikan dengan segera ke wali kelas. Demikian pun
sebaliknya. Saya beruntung sekolah Ayyas sangat mendukung koordinasi antara
orangtua dan wali kelas.
6.
Lingkungan
rumah yang baik adalah lingkungan rumah yang saling menjaga. Memiliki tetangga
yang mau membantu ke rumah jika ada yang penting, adalah kebahagiaan
tersendiri. Dan saya memiliki itu.
7.
Asisten
Rumah Tangga (ART) yang baik mampu mengkomunikasikan dengan baik tentang anak
saat kita tak disamping. ART yang baik juga adalah ART yang amanah dan menjaga
anak dengan baik.
8.
Paling
penting, selalu berdoa agar keluarga selalu dilindungi oleh Allah. Kepada siapa
lagi kita berdoa?
Apapun
keputusannya, ambilah dengan bijak. Tanpa tekanan dan paksaan. Demi anak,
seorang ibu tentu tahu mana yang harus dilakukan. Suami pun demikian. Silakan
mengambil keputusan ya, bu ….
Posting Komentar