Membaca
Majalah Intisari edisi Agustus 2015, saya tertarik membaca kisah berjudul Dinding
Kopi. Dikisahkan ketika wisatawan lagi asyik menikmati kopi, datanglah seorang
pria bayu dan duduk di meja kosong. Kepada pramusaji yang memesan dua cangkir
kopi. “Yang satu untuk di dinding”. Sang pria itu hanya disuguhi satu cangkir
namun ia membayar untuk dua cangkir. Setelah si pria itu pergi, si pramusaji
menempelkan selembar kertas kecil bertuliskan Segelas Kopi di dinding kafe. Tak lama dua pria masuk dan melakukan
hal yang sama. Dua kopi dinikmati, dan memesan Segelas Kopi di dinding kafe. Para wisatawan hanya bisa bertanya di
dalam hati mengetahui hal itu.
Seminggu
kemudian, saat datang ke kafe, mereka melihat seorang lelaki tua masuk ke dalam
kafe dengan pakaian kumal dan kotor. Setelah duduk ia melihat ke pelayan dan
berkata “Satu cangkir kopi dari dinding”. Pramusaji menyuguhkan segelas kopi.
Setelah menghabiskan kopi, lelaki lusuh itu pergi tanpa membayar. Sang
pramusaji mendarik satu lembar kertas dari dinding lalu membuangnya ke tempat
sampah. Teryata cara itu adalah cara penduduk kota saling menolong.
Di
Indonesia budaya saling tolong menolong menurut saya cukup bagus. Kemarin saya
membaca kisah hidup seorang perempuan yang menyediakan makanan gratis kepada
lansia setiap hari Jumat. Dana yang digunakan untuk makanan itu diperoleh dari
keuntungan usaha yang ia gagas. Jika sebelumnya pada hari Jumat, ia hanya mampu
memberi makan 10 lansia, kini bisa mencapai 100 lansia yang menikmati makanan
gratis darinya. Luar biasa!
Salah
satu budaya tolong menolong juga digagas Yana Nurlina, koordinator Rombong
Sedekah. Setiap Kamis, Yana menyampaikan di media sosial kepada siapapun yang
mau bersedekah rombong makan gratis untuk jamaah sholat Jumat. Biasanya, Yana
menyertakan menu makanan yang akan dibagikan pada hari Jumat nanti dengan
target porsi. Pengumuman ini juga disertai nama mesjid yang jamaahnya akan
diberikan makanan gratis, serta nomor rekening jika ada yang transfer.
Nantinya, Yana akan mengirimkan laporan beserta foto hasil pemberian makanan
jumat kepada para jamaah.
Saat
saya di Banjarnegara, Jawa Tengah pada April 2015, usai shalat para jamaah
shalat Jumat dibagikan kue secara gratis. Kami yang menunggu pun ditawarin
makan kue gratis. “Silakan ambil, ini gratis kok,” kata salah seorang pria
menawarkan kue kepada kami. Anak-anak pun dengan senang hati menerima. “Aku mau
ini saja,” kata Viki,” keponakan saya. Ada sekitar tiga kardus yang berisikan
beraneka kue. Untuk minuman pun diberikan gratis. Bagi saya secara pribadi,
walaupun terkesan sederhana, pemberian tulus itu membuat hati senang.
Di
wilayah perumahan saya, beberapa ibu-ibu menggagas pemberian sedekah bagi anak
yatim piatu. Setiap yang mau menyumbangkan tidak dipaksa. Siapapun mau menyumbangkan
dan berapa nilainya terserah. Kabarnya, jumlah penyantun dan anak yatim piatu
yang menerima bantuan pun bertambah.
“Our own happines must include
the happines of others”
கருத்துரையிடுக