Apa
rasanya ketika orang yang dicintai tiba-tiba mengkhianati? Sakit? Tentu saja!.
Dulu mungkin ada yang menganggap kisah ini hanya kisah dalam sinetron, sebuah
dongeng, atau khayalan belaka. Tapi belakangan kita sadar, bahwa itu sesuatu
yang nyata. Terjadi di sekitar kita. Mengapa saya menulis seperti ini? Ini
karena semalam, saya membaca kisah dari buku karya Asma Nadia yang berjudul “Surga
yang Tak Dirindukan”.
Seperti khas buku Asma Nadia yang kerap menceritakan soal
perempuan dan kehidupan rumah tangga. Kisah dalam buku ini mengangkat kehidupan
sebuah keluarga yang boleh dikatakan, nyaris sempurna. Apa lagi yang dicari
selain anak yang sehat dan pintar, rumah idaman yang berhasil dimiliki,
pasangan pernikahan yang mencintai dan dicintai? Tapi teryata, itu semua tak
cukup.
Airin,
nama tokoh utama di buku, awalnya merasa hidupnya penuh kebahagiaan. Namun,
kecurigaan muncul saat mengetahui ada bon-bon kesehatan atas nama perempuan
lain di saku suaminya, Pras. Pras yang hanya mengenal cinta saat bertemu
istrinya, Airin, teryata jatuh cinta dengan perempuan lain dan memilih
menikahinya. Perempuan lain itu bernama Mei Rose, perempuan yang memiliki bayi
tanpa suami. Mei Rose, perempuan yang selama ini hidup menderita dan kemudian
merasakan mengenal cinta dari Pras. Mei Rose, perempuan yang awalnya ingin
bunuh diri kemudian memilih bertahan hidup demi Pras, dan bayi yang
dikandungnya.
Saya,
sebagai perempuan, selalu tak habis pikir mengapa seseorang memilih untuk
menikahi perempuan lain atau dinikahi pria lain. Saya mengetahui bahwa ada
aturan agama yang mengatur itu. Tapi soal adil? Siapa yang menjamin seseorang
menjadi adil? Adil itu apakah yang satu dapat strawberry sebesar 50 kilogram dan
satunya pun demikian? Ah, tak sesederhana itu. Ini urusan hati, urusan perasaan
anak-anak yang memiliki masa depan yang panjang. Saya mengenal keluarga yang
memilih hidup poligami. Keluarga itu hidup dengan pilihan mereka.
Tapi,
saya juga mengenal pria yang memilih menikah lagi untuk kedua kali, padahal dia
sendiri tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Bayangkan,
hidupnya sendiri. Dan kemudian ketika dia menikah lagi dan memiliki anak, dia
tak mampu membiayai hidupnya, hidup istri pertama, hidup dua anak dari istri
pertama, hidup istri kedua dan hidup tiga anak dari istri kedua. Bahkan
teryata, dia pun telah menikahi perempuan lain. Ribet bukan? Iya begitulah. Saya
pernah bertanya, mengapa kamu menikah lagi. Jawabannya, istri terlalu sering
bekerja. Ah dari sini saya tahu cintanya tak utuh.
Masalah
semakin muncul ketika pria itu kemudian pergi, kedua istrinya tidak memiliki
pekerjaan pasti, dan anak-anak pun terlantar. Siapa yang paling berduka? Anak-anak!. Ketika
perempuan itu memilih untuk membagi dan dibagi cinta, dia harus tahu resikonya.
Dan kemudian ketika resiko itu datang, kadang tak ada kesiapan. Penyesalan
muncul, selalu belakangan. Kalaupun penyesalan itu diterima, pasti dengan hati
yang sangat berat. Itu soal menikah lagi.
Cinta
yang dibagi berarti, cinta pasangan tidak milik kita secara utuh. Terbagi
dengan yang lain, perempuan dan pasangan lain. Kemarin ada kawan saya bercerita
tentang kenalannya yang dengan mudahnya menggandeng perempuan dan pria lain
padahal mereka telah menikah. Tak ada rasa malu, tak ada penyesalan. Saya
terkadang merasa, apa saya hidup di dunia yang salah? Mengapa sesuatu yang dulu
dianggap tabu, sekarang dianggap sesuatu yang wajar ?
Saya
selalu berdoa agar hidup saya dan pasangan saya selalu dipenuhi cinta. Cinta
yang tak akan pernah habis, cinta yang tak dibagi dengan orang lain selain
keluarga. Cinta yang selalu dipupuk dengan rindu dan kasih sayang. Cinta yang
muncul seperti cinta saya kepada suami, dan cinta suami kepada saya.
コメントを投稿