Rabu, 21 Mei di malam hari. Ayyas tak juga terlelap. Sebelumnya, ia merengek agar saya tak ke kantor. Padahal seharian saya bersama dia. Hari ini saya bertugas untuk piket malam. Ayyas merasa sedih karena malam itu ia tidur dengan pengasuhnya. Bukan dengan saya atau bapaknya. Sang bapak sedang dinas ke luar kota. Tapi rengekan itu kemudian hilang. Ia melepas saya dengan senyum. Mencium tangan saya dan berkata,”Hati-hati, Ummi”. Saya memeluknya dan merasakan kebesaran hatinya melepaskan saya pergi.
Sebelum pergi
kerja, saya dan Ayyas bermain. Kami tertawa, saling memandang dan berpelukan. “Ummi
cinta Ayyas,” kata saya padanya. Dia pun berkata demikian. Kami pun berpelukan.
Dia meminta saya bermain tebak-tebakan. “Sudah lama sekali kita tidak main
tebak-tebakan,” katanya. Tapi sebelum bermain tebak-tebakan, kami bermain
saling pandang. Caranya mudah. Kami harus saling pandang, tapi tidak boleh
saling berbicara. Mulut harus tertutup rapat. Ah, pada permainan ini saya
kalah. Saya tak mampu menahan tawa melihat senyum dan caranya menutup mata.
Matanya sungguh indah. Permainan ini kami ulangi hingga lima kali.
Bosan, kami pun
bermain tebak-tebakan. Pertanyaannya sebetulnya mudah. Tapi mengajarkan anak
untuk berlatih mengingat dan mempelajari banyak hal. Misalnya, saat ditanya tentang
jenis sayur-sayuran. Maka dia harus menjawab jenis sayuran apa saja yang dia
hafal. Mudah kan?
Tapi ini tak
semudah saya melepas dia saat saya bekerja di malam hari. Terutama tak ada
bapaknya yang menemaninya. Tapi, bukankah selalu ada bagian dari hidup yang mau
tak mau harus kita lakkukan? Menjalani sambil berjalan lurus, mencoba
mensyukuri semua yang diberikan Allah SWT. Termasuk mensyukuri anugerah Ayyas yang selalu menemani hari-hari penuh kebahagian dalam diri saya
dan suami.
Penuh Cinta,
Ummi
Đăng nhận xét