Bandung. Kota itu ingin selalu saya
kunjungi bersama keluarga. Jaraknya yang sekitar 2-3 jam dari Jakarta (jika
tidak macet) seolah memanggil setiap kali libur tiba. Namun, keinginan untuk ke
Bandung selalu gagal terpenuhi karena alasan utama, tak paham akses jalan dan
macet. Maklum, bagi kami Bandung akses jalan di Bandung membingungkan (hihiii) dan
macet dimana-mana. Padahal, pesona Bandung seolah tiada habisnya. Saya sendiri
pertama kali ke Bandung tahun 2006, bersama Mama. Sebelumnya Mama ingin ke Bandung dan
bertemu temannya saat masih di Ambon dulu. Tapi keinginan itu tak kunjung
terlaksana karena sakit yang diderita Mama dan akhirnya Mama meninggal dunia.
Dengan berjalannya waktu, saya dan keluarga memiliki keinginan untuk jalan-jalan ke Lembang, Bandung Jawa Barat. Keinginan
itu baru tercapai pada Januari lalu saat Mas F sedang libur semester. Dan saya pun kebetulan libur di hari itu. Maklum, bekerja di media hari libur pun seringkali masuk kerja.
Mengapa
Lembang? Karena Lembang memiliki daya tarik wisata yang menarik bagi kami
sekeluarga. Sabtu siang usai makan siang, mobil melaju menuju Bandung. Selama
perjalanan, obrolan demi obrolan pun mengalir. Mulai dari pelajaran sekolah, kuliah hingga pekerjaan kantor. Saking keasyikan ngobrol, mobil yang seharusnya
melewati tol Cipulang, bablas hingga ke arah puncak! Dan, kami pun terkena buka
tutup akses menuju puncak.
Setelah menunggu setengah jam, mobil pun
melaju melewati jalan hingga puncak pass dan melaju menuju Lembang. Teryata
perjalanan tak mulus seperti yang diduga. Kemacetan luar biasa pun kami alami.
Sepanjang jalan, mobil lebih banyak berhenti daripada berjalan. Sepanjang
jalan, kami melihat buah walanda di jalan Cipatat sehingga kami membeli buah
tersebut. Kisah tentang sawo walanda sata tuang dalam tulisan 'Ada Sawo Walanda di Cipatat'.
Tiba di Bandung, pukul delapan malam. Itu
artinya hampir delapan jam perjalanan Jakarta-Bandung! Sehingga kami kemudian
memilih melaju hingga ke Lembang. Pukul setengah sepuluh
malam, kami pun langsung mencari penginapan yang dekat dengan tujuan utama
yakni Tangkuban Parahu. Beruntung, kami mendapat penginapan yang hanya berjarak lima menit ke Tangkupan Parahu. Keesokan harinya, usai sarapan, kami
kemudian langsung meluncur ke Tangkuban Parahu. Uang untuk tiket masuk sebesar
Rp 30 ribu per orang. Tiba di lokasi, saya baru tahu kalau nama yang benar
adalah ‘Tangkuban Parahu’ dan bukan ‘Tangkuban Perahu’. Ini terlihat dari
berbagai petunjuk dan kata-kata yang terlihat di lokasi. Mungkin karena nama ‘Parahu’
itu sudah teradaptasi menjadi bahasa Indonesia sehingga disebut ‘Perahu’. Alhasil, sekarang lebih terkenal dengan nama 'Tangkuban Perahu'.
Tuh kan .. Tangkuban Parahu |
Penamaan nama gunung itu dikisahkan
berawal dari cerita legenda terjadinya Gunung Tangkuban Parahu yang dalam
bahasa Indonesia artinya ‘Perahu Terbalik’. Kisah singkatnya, Sangkuriang gagal
memenuhi persyaratan membuat danau dan perahu dalam semalam untuk mempersunting
Dayang Sumbi. Dayang Sumbi teryata adalah ibunya sendiri. Sangkuriang marah dan
menendang perahu itu hingga terbalik dan kemudian berubah menjadi sebuah
gunung. Kisah itu melegenda dan tersebar dari generasi ke generasi sehingga
kisah ini pula yang menjadi daya tarik pengunjung. Kepada A, saya mengajarkan tentang legenda rakyat agar ia pun paham.
Saat itu pukul setengah delapan pagi sehingga
tak tampak banyak pengunjung. Beberapa penjual terlihat menjajakan barangnya.
Ada penjual yang menjajakan di kios-kios, tapi ada juga yang datang dari satu
mobil ke mobil. Pakaian yang dijanjakan adalah pakaian untuk menghangat badan.
Mulai dari syal, jaket hingga penutup kepala. “Hmm menghangatkan badan?
Sepertinya dari mobil, terlihat biasa saja,” pikir saya kala itu.
Suasana parkiran masih sepi |
Kawah Ratu yang masih tetap indah |
Ketika pintu mobil terbuka, terasa udara
dingin pun mulai terasa. Awalnya dinginnya udara tertutup kekaguman
atas indahnya kawah Ratu di Tangkuban Parahu. Kawah Ratu merupakan salah satu
dari sembilan kawah yang terdapat di Tangkuban Parahu. Saya terkesima melihat
kawah ratu seluas 12.36 hektar yang terletak di ketinggian 1.365 meter di atas
permukaan laut. Rembesan mineral mengalir di Kawah Ratu. Seharusnya kawasan itu memiliki dasar sungai yang berwarna hijau akibat endapan mineral. Tapi saya tak beruntung saat itu.
Semburan gas belerang tercium samar. Kami
kemudian melangkah kaki menikmati keindahan alam di depan mata. Tawaran untuk
naik kuda Rp 20 ribu per orang, tidak kami ikuti. Kami memilih berjalan kaki
untuk menikmati pemandangan alam. A memegang tangan saya, “Ummi dingin,”
katanya. Aduh, saya menyadari lupa membawa jaket. Padahal, setiap kali ia
bepergian selalu membawa jaket frozen kesayangannya. Saya membuka tas dan
menemukan jaket anti angin yang selalu tersedia di tas. Namun dinginnya udara
semakin bertambah kala angin meniup kencang.
Rasa dinginnya udara sementara terhalau
dengan pemandangan indah yang tersaji. Kami berjalan secara perlahan dan asyik
memotret. Kami hanya bisa memotret di bibir gunung yang diindungi pagar kayu
sederhana. Tangkuban Parahu sungguh luar biasa indah. Jika biasanya kami hanya
melihat Tangkuban Parahu di televisi, di foto-foto yang tersebar di internet,
kali ini Tangkuban Parahu tersaji di depan mata. Kami tak henti-hentinya mengucapkan
syukur atas nikmat Allah SWT. Sungguh luar biasa ciptaan Allah.Tangkupan Parahu
ibarat lukisan indah yang diciptakan Allah SWT. Kekaguman karena keindahan
Tangkuban Parahu mulai tertutupi secara perlahan oleh kabut yang semakin tebal.
Dengan datangnya kabut, udara pun semakin dingin. A menggunakan jaket hitam anti
angin milik saya yang terdapat di tas. Namun teryata ia masih mengaku
kedinginan.
Kami mencoba menghalau dinginnya udara
dengan membeli minuman panas di sebuah warung yang banyak terdapat di sekitar
Tangkuban Parahu. Teh panas tersaji dalam hitungan menit. Panasnya teh
ditandakan melalui uap panas yang keluar. “Tehnya cepat dingin, bu,” kata ibu
penjual. Dan benar dalam hitungan kurang dari sepuluh menit, teh pun dingin. Kami
pun mencoba berjalan kaki menuju Kawah Upas yang berada di kawasan Tangkuban
Parahu. Tapi A meminta agar perjalanan tak diteruskan karena dia merasa
kedinginan. Akhirnya saya dan A kembali ke mobil untuk menghangatkan badan
sedangkan suami, Mba F dan mas G mencoba berjalan hingga ke Kawah Upas. “Nanti
kalau setengah jam berjalan tak menemukan Kawah Upas kami akan balik mobil,”
kata suami.
Saya setuju dengan idenya karena hanya
patokan jam yang bisa diandalkan. Sinyal telepon kami sama sekali menghilang. Sehingga
membuat kami sempat kesulitan menghubungi saat memilih berpisah saat saya dan A
memilih berhenti di warung terdekat. Di mobil, saya meminta A untuk
beristirahat sambil menghangatkan badan.
Pukul sembilan pagi, suami, Mba F dan Mas
G tiba sesuai janji yang direncanakan. “Nggak sampai Kawah Upas karena
kemungkinan masih jauh,” kata suami. Alhasil, hari itu kami hanya bisa melihat
keindahan kawah Ratu saja. Namun, itu semua tak mengurangi kekaguman kami atas
keindahan ciptaan Allah SWT. Tangkuban Parahu memiliki pengolahan tempat wisata yang baik. Lokasinya bersih, fasilitas penunjang lainnya seperti toilet pun sangat bersih dan terdapat di berbagai titik. Dengan adanya fasilitas yang bagus seperti ini, akan banyak pengunjung yang bedatangan.
Selesai dari Tangkuban Parahu, kami pun
memilih ke tempat wisata lainnya yakni air panas Ciater. Jarak dari Tangkuban
Parahu hanya tujuh kilometer atau sekitar 25 menit perjalanan. Air panas Ciater
ini terdapat di Sumber mata air ini kabarnya berasal dari kawahTangkuban
Parahu. Atau terkenal dengan nama Sari Ater. Tiba di lokasi, puluhan orang
antri untuk masuk ke dalam lokasi. Tiket masuknya sekitar Rp 20 ribu sedangkan
untuk menikmati kolam pemandiannya harus mengeluarkan uang Rp 80 ribu hingga Rp
200 ribu. Sebetulnya, kami lebih tertarik untuk menikmati kolam pemandiannya.
Tapi karena agak mahal menurut kami akhirnya kami pun batal. Akhirnya kami pun
memutuskan untuk pulang. Saat mobil keluar dari kompleks air panas ciater,
hujan deras pun tiba.
Dan karena sudah waktunya makan siang,
makan kami pun makan di Saung Pegkolan dan mampir di beli tahu di SPBU tahu.
Sore hari, kami pun mampir sejenak di kawasan Cihampelas, Bandung dan mobil kemudian melaju kembali ke
Jakarta. Bersiap menemui aktivitas sehari-hari setelah dua hari bersama
keluarga tercinta di Bandung. Bandung memang mengasyikan untuk menghabiskan
wkatu berlibur bersama keluarga. Saya berharap, akan ada waktunya lagi kami
mengunjungi Bandung bersama keluarga.
Sampai jumpa lagi ... |
Wah, ini baru kemarin ya jalan2nya.. Pengen juga ke sini.
Reply DeleteIyaa, mba Leylaa. Hihii. Yuk mampir kesini, mba. Makasih ya mba Leylaaa :)
Reply Deleteaku sendiri yang orang Bandung malah ga setahun sekali ke sana hahahaa soalnya kalau weekend selalu padat pengunjung, buat sya jadi ga nyaman lagi
Reply DeleteThe Journey
Mba Winda, enak loh kalo ke Tangkuban Parahu. Indah banget pemandangannya. aku datang pas wiken, mba. Tapi pagi-ppagi banget. Siangan emang udah mulai ramai :)
Reply Deletefoto paling bawa sama piyu padi yah :)
Reply DeleteHahhaaa keliatan mirip yaa? :)
Reply Deleteduluuuu banet kesini waktu masih gadis :)
Reply DeleteHayuuuk,mba Kani datang lagi bawa anak-anak seru mbaaa :)
Reply Deletepernah ke sana waktu SMP, suasananya bikin kangen krn memang cakep :-)
Reply DeleteIyaa, mba Lia. Aku sih baru sekali dan pengen lagi kesana sekalian menjelajahi kawah-kawah lainnya :)
Reply DeleteTangkuban Parahu, ya .. bukannya Tangkuban Perahu?
Reply DeleteUntungnya waktu berkesempatan ke Bandung, tahun 1995, saya dan teman2 sempat ke sana ...
Aih saya belum nge-draft utk GA ini ^0^
Iya mba Niar. Awalnya aku juga mengira Tangkuban Perahu eh teryata Tangkuban Parahu :)
Reply DeleteYuk, ikutan GA-nya mbaa
Ihhh..asyik lagi sepi tuh. Saat saya ke sana ramai pengunjung. Bandung memang jd favorite saya dan adik2 touring :D
Reply DeleteIya mba Siethi, aku kesana pas lagi sepi, mba. Asyik banget menikmatinyaa. asyik tuh kalau pakai acara touring segala :)
Reply DeleteBtw, kenapa namanya pakai inisial, Mbak? #penasaran :D
Reply DeleteHihii nggak papa, mbaa Aireni. Dulu sempat aku pake nama panggilan anak-anak. Tapi skarang aku pake inisial aja, mba. Makasih yaa
Reply DeleteJangan lupa makan Indomie di warung - warung deket situ mba hihihihihihihi. Sedapppppppp.
Reply Deleteaiih mungkin sedepnya karna lapar dan udara dingin yaa .. Capek jalan kaki makanna jaid enaak. Makasih yaaa, mbaa :)
Reply DeleteBertahun tahun tinggal di Jabar..belum pernahh dong kesitu. Parah aku
Reply DeleteSabar sabaar .. Masih ada waktu untuk ke sana, mbaa. Hhehehee
Reply DeleteMungkin kota Bandung sendiri sudah menawarkan beragam tempat menarik ya :)
Saya sudah lama banget gak main ke Tangkuban Parahu. Tempatnya tetap indah untuk poto-poto ya Mbak :)
Reply DeleteBener banget, mba Evi. Fasilitasnya bagus :)
Reply DeleteAssalamualaikum, salam kenal mbak,
Reply DeleteDingin2 di tangkuban parahu enaaak minum bandrek hangat dan makan gorengan di saung2 yang banyak berjejer di lokasi wisata. Inget sama pisang goreng, bala2, gehu ...
Jaket anti anginnya berjasa banget :)
Waalaikum salam, mbaa :)
Reply DeleteIya mbaa. Makanan anget dan minuman anget yang terbaik ya mbaa. Makasih ya
Saya belum pernah ke sana, Mbak. Pengen banget. Tapi mungkin nunggu anak2 besar dulu kali, yaa... Ntar gak tahan dinginnya jadi gak asyik :)
Reply DeleteSmoga ntar main kesana ya, mba
Reply DeleteNggak papa ajak anak, mba. asal bawa penghangat :)
Bandung... kota yang selalu ingin saya kunjungi karena banyak tempat yg indah
Reply DeleteBener, mbaa. Bikin betah :)
Reply DeleteAku terakhir kalu kesana kurleb 8 thn yang lalu. Udah banyak perubahan ya..
Reply DeleteWah, udah lama banget ya mbaa :)
Reply Delete